Senin, 29 September 2008

No Ajahn Chah (Tiada Ajahn Chah)


NO AJAHN CHAH (TIADA AJAHN CHAH)

PENCERMINAN

Suatu ketika ada seorang umat datang menemui Ajahn Chah dan bertanya, "Siapakah Ajahn Chah itu?" Ajahn Chah melihat pengetahuan spiritual dari orang tersebut belumlah maju, maka ia menunjukkan kepada dirinya sendiri, lalu ia berkata, "Inilah Ajahn Chah."

Pada kesempatan lain, Ajahn Chah ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh umat yang lain. Karena ia melihat orang ini memiliki pengetahuan Dhamma lebih tinggi, maka ia mengatakan, "Ajahn Chah? Tidak ada Ajahn Chah."

Kumpulan kutipan ini diambil dari:
Bodhinyana, A Taste of Freedom, A Still Forest Pool, Samadhi Bhavana, Seeing the Way, Living Dhamma, Food of the Heart, and Venerable Father, Alife with Ajahn Chah

Beberapa kutipan berasal dari koleksi pribadi yang sampai sekarang belum diterbitkan


KELAHIRAN DAN KEMATIAN

  • Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan? Bertanyalah kepada dirimu tiap pagi, sore, dan malam hari...setiap hari.

  • Kelahiran dan kematian kita merupakan satu ikatan. Kita tidak memiliki kematian tanpa kelahiran dan sebaliknya. Suatu hal yang lucu bila melihat kematian, orang-orang menagis dan sedih, tetapi menerima kelahiran dengan begitu bahagia dan gembira. Ini merupakan pikiran yang salah. Saya kira bila Anda ingin menangis, lebih baik dilakukan pada saat seseorang dilahirkan, Menangislah di awal, karena jika tida ada kelahiran, maka tidak aka ada kematian. Bisakah Anda memahami ini?

  • Anda bisa mengkaji, apakah orang akan mengerti bagaimana hidup di dalam kandungan ibu? Betapa tidak nyamannya! Lihatlah, seperti tinggal di dalam sebuah gubug yang satu hari saja sulit untuk dilalui. Bila Anda mengunci semua pintu dan jendela, maka Anda akan mati lemas. Bagaimana keadaan Anda bila Anda berada di dalam kandungan seorang ibu selama sembilan bulan? Sekalipun demikian Anda masih ingin dilahirkan kembali! Sangat tidak nyaman berada di dalam kandungan, juga leher kamu akan tersimpul sekali lagi.

  • Mengapa kita dilahirkan?
Kita dilahirkan supaya kita tidak terlahir kembali!
  • Bila mereka tidak memahami kematian, hidup dapat menjadi sangat membingungkan.

  • Buddha bersabda kepada murid-Nya, Ananda, untuk melihat ketidakkekalan, melihat kematian dalam setiap pernapasan. Kita harus mengetahui kematian! Kita harus mati supaya hidup. Apakah artinya ini? Mati adalah mengakhiri semua keragu-raguan kita. Semua pertanyaan kita hanya sampai di sini dengan realita yang ada. Anda tidak akan pernah mati besok! Anda harus mati sekarang. Dapatkah Anda memahaminya, Anda akan mengalami ketenangan dan tidak akan ada pertanyaan lagi.

  • Kematian adalah sama dekatnya seperti pernapasan kita.

  • Bila Anda telah terlatih dengan benar, Anda tidak akan takut pada waktu Anda jatuh sakit, Juga tidak sedih bila seseorang meninggalkan dunia. Pada waktu anda pergi ke rumah sakit untuk suatu perawatan, pasti dalam pikiran Anda terbetik suatu pertanyaan, jika Anda sembuh, itu hal yang baik; tetapi jika Anda mati, itu juga hal yang baik. Saya pastikan, jika dokter memberitahu Saya bahwa Saya menderita kanker dan akan segera mati dalam beberapa bulan, Saya akan mengingatkan dokter tersebut, "Hati-hati, karena kematian akan datang pada Anda juga. Hanya ada satu pertanyaan, siapa yang akan mati terlebih dahulu dan siapa yang akan mati kemudian." Dokter itu tidak akan menyembuhkan kematian atau mencegah kematian. Hanya Buddhalah dokternya. Jadi, mengapa tidak datang dan menggunakan obat Buddha?

  • Jika Anda takut terhadap penyakit, jika Anda takut terhadap kematian, maka Anda harus merenung sesaat, "Darimana penyakit dan kematian itu berasal ?" Mereka timbul dari kelahiran. Jadi, jangan bersedih bila seseorang mati-itu sesuatu yang alami, penderitaannya dalam kehidupan ini telah berakhir. Bila Anda ingin bersedih, bersedihlah saat seseorang dilahirkan! Oh. tidak, mereka telah datang kembali. Mereka akan menderita dan mati kembali!

  • Mereka yang telah mengerti, mengetahui dengan pasti bahwa semua fenomena yang terkondisi adalah tidak penting. Jadi "mereka yang telah mengerti" tidak menjadi gembira atau sedih, tidak mengikuti perubahan keadaan. Tidak menjadi gembira karena kelahiran; tidak menjadi sedih karena kematian. Karena kita mati, maka kita dilahirkan kembali. Bila dilahirkan, kita akan mengalami kematian kembali. Kelahiran dan kematian berasal dari satu moment ke moment berikutnya dalam perputaran roda samsara yang belum berakhir.

BADAN JASMANI

  • Bila badan jasmani dapat berbicara, dia akan berkata kepada kita setiap saat, "Anda bukan tuan saya." Sebenarnya badan ini telah mengatakan kepada kita setiap saat, tetapi dalam bahasa Dhamma, sayang kita belum mampu memahaminya.

  • Kondisi bukan milik kita. Kondisi mengikuti keadaan alam. Kita tidak dapat melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh tubuh kita. Kita dapat mempercantiknya sedikit, membuatnya kelihatan menarik dan membersihkannya untuk sesaat, seperti remaja putri yang memoles bibirnya dan membiarkan kuku jarinya menjadi panjang, tetapi bila usia tua tiba, setiap orang akan mengalami hal yang sama. Itulah cara tubuh bekerja. Kita tidak dapat mengubahnya. Tetapi kita dapat mengembangkan dan mempercantik pikiran kita.

  • Bila tubuh kita sungguh-sungguh milik kita, tubuh ini akan mematuhi perintah kita. Bila kita katakan, "Jangan menjadi tua!" atau "Saya melarang kamu menjadi sakit", apakah tubuh ini tidak akan mematuhi kita? Tidak! Tubuh ini tidak akan memperhatikan perintah kita. Kita hanya menyewa 'rumah' ini. Namun tidak memilikinya. Bila kita berpikir bahwa tubuh ini milik kita, maka kita harus meninggalkannya. Tetapi kenyataannya, tidak ada diri yang kekal. Segala sesuatu pasti akan berubah, tidak ada sesuatu yang solid, yang dapat kita pakai uantuk berpegang.
PERNAPASAN

  • Mereka yang dilahirkan dan mati tidak pernah sekalipun sdar akan napasnya yang keluar masuk ke dalam tubuhnya. Betapa jauh mereka hidup dari dirinya sendiri.

  • Waktu adalah pernapasan kita saat ini.

  • Anda berkata bahwa Anda terlalu sibuk untuk bermeditasi. Apakah Anda memiliki waktu untuk bernapas? Meditasi adalah pernapasan Anda. Mengapa Anda memiliki waktu untuk bernapas, tetapi tidak memiliki waktu untuk bermeditasi? Bernafas adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan seseorang. Bila Anda mengetahui bahwa praktik Dhamma adalah vital dalam kehidupan Anda, maka Anda akan merasakan bahwa bernapas dan praktik Dhamma adalah sama penting.

DHAMMA

  • Apakah artinya Dhamma? Dhamma adalah suatu kebenaran.

  • Bagaimana Dhamma menuntun ke jalan kehidupan yang benar? Dhamma menunjukkan jalan kehidupan. Dhamma mempunyai banyak jalan untuk memperlihatkan kehidupan-ada di batu karang atau di pohon atau tepat di depanmu. Dhamma adalah suatu ajaran, bukan kata-kata. Jadi, tenangkan pikiran, hati, dan belajar untuk melihatnya. Anda akan menemukan seluruh Dhamma yang menampakkan dirinya di sini dan sekarang ini. Apa yang akan Anda lihat di Lain waktu dan lain tempat?

  • Pertama, mengerti Dhamma dengan pikiran Anda. Bila Anda mulai mengerti Dhamma, maka Anda akan melaksanakannya. Dan pada saat Anda melihatnya, Anda adalah Dhamma dan Anda memiliki cinta kasih Sang Buddha.

  • Dhamma harus dicari dengan melihatnya di dalam hatimu sendiri dan melihat yang mana kebenaran dan melihat yang mana bukan kebenaran, yang mana keseimbangan dan yang mana bukan keseimbangan.

  • Sulit menemukan mereka yang mendengarkan Dhamma, yang mengingat Dhamma, dan yang mempraktikkan Dhamma, yang mencapai Dhamma dan yang melihatnya.

  • Tanpa menghiraukan waktu dan tempat semua praktik Dhamma menuju tempat penyelesaian di mana tidak ada sesuatu. ini adalah tempat pelepasan, pengosongan, dan peletakan beban. Ini adalah suatu akhir penyelesaian.

  • Dhamma itu tidaklah jauh. Dhamma itu ada bersama kita. Dhamma bukan tantang dewa-dewa di langit atau semacamnya. Dhamma adalah mengenai diri kita, mengenai apa yang sedang kita kerjakan saat ini. Amatilah dirimu! Kadang-kadang bahagia, kadang-kadang menderita, kadang-kadang nyaman, kadang-kadang sakit . . . inilah Dhamma Apakah Anda melihatnya? Untuk mengetahui Dhamma ini, Anda harus merasakannya dari pengalaman Anda sendiri.

  • Sang Buddha ingin kita berhubungan dengan Dhamma, tetapi orang-orang hanya berhubungan dengan kata-kata, buku-buku, dan kitab suci. Hubungan ini adalah tentang "teori Dhamma". dan bukan berhubungan dengan "Dhamma yang sesungguhnya", yang diajarkan oleh Guru Agung kita. Bagaimana mungkin dapat mengatakan bahwa mereka sedang praktik Dhamma dengan biak dan benar bila mereka hanya melakukan hal itu? Mereka masih berada jauh dari Dhamma.

  • Bila kamu mendengarkan Dhamma, kamu harus membuka hatimu dan bawalah dirimu ke hatimu. Jangan coba mengakumulasikan apa yang kamu dengar atau berusaha dengan sungguh-sungguh menyimpan apa yang kamu dengar melalui memori. Biarlah Dhamma mengalir ke dalam hatimu, seperti Dhamma telah menampakkan dirinya, dan menjagamu tiada hentinya, terus mengalir hingga saat ini. Apa yang telah siap disimpan, biarlah berjalan dengan sendirinya, dan hal ini akan terjadi secara alamiah, bukan melalui usaha yang dipaksakan.

  • Sama halnya ketika kamu membabarkan Dhamma, kamu tidak harus memaksa dirimu. Dhamma harus terjadi dengan sendirinya dan mengalir secara spontan dari moment dan lingkungan saat ini. Setiap orang memiliki tingkat kemampuan menerima yang berbeda, dan ketika kamu berada di tingkat yang sama, maka Dhamma itu akan mengalir.Sang Buddha memiliki kemampuan mengenal temperamen dan kemampuan menerima seseorang. Beliau menggunakan metode pengajaran yang spontan, bukan karena Beliau memiliki tenaga khusus yang melebihi manusia untuk mengajarkan umat, tetapi Beliau sensitif terhadap kebutuhan spiritual umat yang datang pada-Nya. Jadi, Beliau mengajarkan ajaran yang disesuaikan dengan umat-Nya.

HATI DAN PIKIRAN

  • Hanya ada satu buku yang patut dibaca, yaitu: Sang Hati.

  • Sang Buddha membabarkan kepada kita penyebab kesedihan di dalam pikiran kita dalam kehidupan ini. Kekotoran batin adalah menyedihkan. Hal itu bukan karena pikiran yang sedih. Kita tidak tahu apa pikiran dan kekotoran batin itu. Dalam segala hal, kita tidak pernah puas. Dan kita tidak ingin berhubungan dengan hal tersebut. Sebenarnya jalan hidup kita tidaklah sulit. Yang menyebabkan kesulitan adalah karena ketidakpuasan, tidak bersedia menerima keadaan. sifat-sifat kekotoran batin itulah yang menyebabkan timbulnya kesulitan atau penderitaan.

  • Dunia berada dalam keadaan sangat demam. Pikiran berubah dari suka menjadi tidak suka karena demam dunia. Bila kita dapat belajar membuat pikiran kita tenang, hal ini merupakan bantuan yang sangat besar bagi dunia.

  • Bila pikiranmu bahagia, kamu akan bahagia ke mana pun kamu pergi. Bila kebijaksanaan bangkit dalam dirimu, kamu akan melihat kebenaran di mana pun kamu melihat. Kebenaran berada di mana saja. Sama halnya ketika kamu sedang belajar membaca-kamu dapat membaca ke mana pun kamu pergi.

  • Bila kamu alergi terhadap suatu tempat, kamu akan alergi di mana pun kamu berada. Tetapi yang bermasalah bukanlah tempat di luar dirimu, yang bermasalah adalah 'tempat' yang berada di dalam dirimu.

  • Lihatlah ke dalam pikiranmu sendiri. Orang yang membawa barang-barang berpikir bahwa dirinya telah mendapatkan barang-barang tersebut, tetapi mereka yang berpikir seperti itu hanya melihatnya sebagai beban semata. Buanglah pikiran seperti itu, biarlah ia menghilang dan carilah penerangan.

  • Pikran itu sebenarnya tenang. Di luar ketenangan itu, kegelisahan dan kecemasan telah lahir. Bila seseorang melihat dan megenali kecemasan ini, maka pikirannya akan menjadi tenang kembali.

  • Agama Buddha adalah agama hati. Hanya itu. Seseorang yang berlatih mengembangkan hatinya adalah orang yang telah mempraktikkan agama Buddha.

  • Bila lampu itu buram (tidak terang), tidak mudah melihat sarang laba-laba tua di sudut-sudut ruangan. Tetapi bila lampu itu terang, kamu dapat melihatnya dengan jelas dan dapat membersihkan sarang laba-laba itu. Ketika pikiranmu terang, kamu juga dapat melihat kekotoran batin di dalam dirimu dengan jelas, maka bersihkanlah kekotoran batin itu.

  • Menguatkan pikiran tidaklah dilakukan dengan pikiran itu berputar-putar, seperti mengencangkan otot-otot tubuh, tetapi bawalah pikiran itu berhenti, biarkan pikiran itu beristirahat (mengendap).

  • Karena orang-orang tidak bercermin pada diri mereka sendiri, maka mereka melakukan semua jenis perbuatan buruk. Mereka tidak melihat pada pikiran mereka sendiri. Bila mereka ingin berbuat sesuatu yang buruk, mereka akan melihat dahulu ke sekitar mereka, apakah ada seseorang yang sedang melihatnya. "Apakah ibu saya akan melihat saya?" "Apakah suami saya akan melihat saya?" "Apakah anak-anak saya akan melihat saya?" "Apakah istri saya akan melihat saya?" Bila tidak ada seorang pun yang sedang memperhatikan, mereka maju dan melakukan perbuatan itu. Ini sangat memalukan. Mereka mengatakan tidak seorang pun memperhatikannya. Jadi, mereka cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum orang lain melihatnya. Dan bagaimana dengan diri mereka sendiri? Bukankah mereka adalah orang-orang yang sedang memperhatikan?

  • Gunakanlah hatimu untuk mendengarkan Ajaran, bukan telingamu.

  • Ada orang yang bertarung dengan kekotoran batin dan memenangkannya. Ini disebut berperang ke dalam. Mereka yang berperang ke luar membawa bom dan senjata, melempar dan menembak. Mereka dapat menaklukkan dan ditaklukkan. Menaklukkan orang lain adalah cara dunia. Di dalam praktik Dhamma, kita tidak semestinya berperang dengan orang lain, tetapi ke dalam diri sendiri: taklukkanlah pikiranmu sendiri, bersabar menahan semua suasana hati dari dalam dirimu.

  • Darimana asalnya hujan? Hujan berasal dari air kotor yang menguap dari tanah, seperti urine dan air yang kamu buang setelah cuci kaki. Bukankah menakjubkan bagaimana langit dapat menyerap air kotor dan merubahnya menjadi murni, air bersih? Pikiranmu pun dapat melakukan hal yang sama terhadap kekotoran batin yang ada di dalam dirimu, jika kamu menginginkannya.

  • Buddha mengajarkan kita untuk menghakimi diri sendiri dan tidak menghakimi orang lain, tidak mempersoalkan apakah mereka baik atau jahat. Sang Buddha hanya mengajarkan hal-hal pokok untuk keluar dari cara itu, sabda-Nya, "Kebenaran adalah seperti ini." Sekarang, apakah pikiranmu seperti ini atau tidak.

ANICCA (KETIDAKKEKALAN)

  • Kondisi ada melalui perubahan. Kamu tidak bisa mencegahnya. Coba pikirkan, bisakah kamu mengeluarkan napas tanpa menghirup udara? Apakah hal ini baik? Atau, dapatkah kamu hanya menghirup udara? Kita menginginkan semuanya itu permanen, tetapi tidak bisa. Itu merupakan hal yang tidak mungkin.

  • Bila kamu tahu bahwa semuanya itu tidak kekal, maka cara berpikirmu akan berangsur-angsur berubah, tidak menjadi berbelit-belit, dan kamu tidak perlu berpikir terlalu banyak. Bilamana suatu hal terjadi, yang kamu katakan adalah, "Oh, yang lainnya!" Hanya itu.

  • Ungkapan apa saja yang mengabaikan ketidakpastian bukan berasal dari seorang pujangga.

  • Bila kamu sungguh-sungguh melihat ketidakpastian dengan jelas, kamu akan melihat sesuatu yang pasti. Kepastian adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari dan diubah menjadi ketidakpastian dan mereka tidak dibalik. Dapatkah hal ini dipahami? Hanya dengan mengenali hal ini dengan baik, kamu dapat mengenali Sang Buddha, kamu akan menghormati Sang Buddha dengan benar.

  • Bila pikiranmu mencoba memberitahumu bahwa seseorang telah mencapai tingkat Sotapanna, datang dan menghormatlah kepadanya. Ia sendiri yang akan memberitahukanmu tentang semua ketidakpastian. Jika kamu bertemu dengan seorang Sakadagami, datang dan menghomatlah kepadanya. Bila ia melihatmu, ia akan berkata, "Bukan suatu hal yang pasti." Bila ada seorang Anagami, datang dan menghormatlah. Ia hanya akan memberitahumu satu hal, "Ketidakpastian" Bahkan jika kamu bertemu dengan seorang Arahat, datang dan menghormatlah. Ia bahkan akan mengatakan dengan tepat, " Itu semua bahkan lebih tidak pasti" Dan kamu akan mendengar kata-kata yang paling utama, "Segala sesuatu itu tidak pasti. Jangan berpegang pada benda apapun."

  • Kadang-kadang saya suka pergi dan melihat tempat-tempat keagamaan yang tua dengan vihara-vihara yang kuno. Di beberapa tempat bangunan itu tampak retak. Mungkin salah satu teman saya akan berkata, "Alangkah memalukannya, bukan? Bangunan itu retak." Saya akan menjawab, "Bila bangunan-bangunan itu tidak retak, berarti tidak sama dengan ajaran Sang Buddha. Tidak ada Dhamma. Bangunan itu retak seperti ini, karena itulah sesungguhnya ajaran Sang Buddha."

  • Kondisi terjadi secara alamiah. Pada saat kita tertawa atau menangis, maka kondisi tersebut terjadi apa adanya. Tidak ada ilmu pengetahuan yang dapat mencegah kondisi itu terjadi. Kamu bisa meminta bantuan seorang dokter gigi untuk memeriksa gigi-gigimu, tetapi tetap saja gigi-gigi itu tumbuh secara alamiah. Akhirnya bahkan dokter gigi itupun mengalami hal yang sama. Segala sesuatunya juga berakhir.

  • Apa yang dapat kita pegang untuk kepastian? Tidak ada! Tidak ada suatu apapun, kecuali perasaan. Penderitaan muncul, berkembang, lalu lenyap. Kemudian kebahagiaan menggantikan penderitaan-hanya ini. Di luar hal ini, tidak ada apapun. Tetapi kita adalah orang-orang sesat yang sedang berlari dan merampas perasan terus menerus. Padahal peasaan itu bukanlah sesuatu yang nyata, dia tak lebih hanyalah perubahan-perubahan.

KAMMA

  • Bila mereka tidak mengerti Dhamma, maka mereka dapat berbuat tidak baik, mereka melihat sekitar untuk menyakinkan tidak ada orang sekitar yang memperhatikan. tetapi kamma kita selalu memperhatikan. Kita sungguh-sungguh tidak bisa lari darinya.

  • Perbuatan baik membawa hasil yang baik, perbuatan buruk membawa hasil yang buruk. Jangan berharap para dewa melakukan suatu hal untukmu, atau peri-peri atau dewa penolong melindungimu, atau hari-hari yang dipercaya membawa kemakmuran dapat membantu. Semua hal ini tidak benar. Jangan mempercayai semua itu. Bila kamu mempercayainya, kamu akan menderita. Kamu akan selalu menunggu hari yang baik, bulan yang baik, tahun yang baik, peri-peri atau dewa penolong. Kamu akan menderita karena hal itu. Lihatlah pada ucapan dan perbuatanmu, lihatlah kammamu sendiri. Dengan berbuat kebaikan, kamu akan mewarisi hal yang baik. Dengan berbuat jahat, kamu akan mewarisi hal yang buruk.

  • Dengan praktik yang benar kamu telah mengakhiri kamma lama di kehidupan lampau. Mengetahui bagaimana segala sesuatu muncul dan lenyap, kamu akan sadar dan membiarkan segala sesuatu berjalan apa adanya. Bagaikan dua pohon, yang satu diberi pupuk dan disiram sedangkan yang satunya lagi tidak dirawat, tidak usah ditanya lagi, mana yang akan tumbuh dengan baik dan mana yang akan mati.

  • Sebagian dari Anda datang dari tempat yang jauhnya ribuan mil, Eropa, Amerika, dan tempat jauh lainnya untuk mendengar Dhamma disini, di Vihara Nang Pah Pong. Mengingat Anda datang dari tempat yang jauh dan telah melewati begitu banyak kesulitan untuk sampai ke sini. Kami juga memiliki tamu (pendengar) yang tinggal hanya di luar dinding vihara ini, yang sekarang juga berada di baktisala ini. Itulah yang membuat Anda lebih menghargai kamma baik, bukankah demikian?

  • Ketika kamu melakukan perbuatan buruk, tidak ada tempat bagimu untuk bersembunyi, meskipun tidak ada yang melihatnya. Seandainya orang lain tidak melihatmu, kamu harus melihat dirimu sendiri. Meskipun kamu pergi ke lubang yang dalam kamu masih bisa melihat dirimu sendiri. Tidak ada jalan untuk melakukan perbuatan buruk dan melarikan diri darinya. Dengan scara yang sama, mengapa kamu tidak melakukan hal tersebut untuk melihat kesucian? Kamu bisa melihat semua itu: ketenangan, kegelisahan, pembebasan, perbudakan. Kamu melihat semuanya ini untuk dirimu sendiri.

LATIHAN MEDITASI

  • Bila kamu hanya menunggu bertemu Buddha yang akan datang, tetapi tidak mempraktikkan ajaran-Nya, mungkin kamu hanya berputar-putar cukup lama menunggu Beliau datang.

  • Saya pernah mendengar orang berkata, "Oh Tuhan, ini adalah tahun yang jelek (tidak menguntungkan)." Bagi saya," Bagaimana bisa terjadi demikian?" "Saya sakit sepanjang tahun. Saya sama sekali tidak bisa berlatih." Jika mereka tidak berlatih pada saat kematian sudah dekat, lantas kapan mereka akan berlatih? Bila mereka merasa sehat, apakah mereka akan berlatih? Tidak, mereka tersesat dalam kegembiraan. Bila mereka menderita, mereka juga tetap tidak berlatih. Mereka tersesat dalam penderitaan juga. Saya tidak tahu, kapan orang-orang itu merasa perlu berlatih.

  • Saya sudah menggelar jadwal dan peraturan vihara. Jangan berlebihan dengan standar yang ada. Siapa pun yang berlatih bukanlah orang yang datang dengan tujuan untuk berlatih dengan sungguh-sungguh. Apa yang diharapkan oleh orang seperti itu dengan melihat-lihat? Bahkan bila ia tidur di dekat saya setiap hari, ia tidak akan melihat saya. Meskipun ia tidur dekat Sang Buddha, ia tidak akan melihat Beliau, bila ia tidak berlatih.

  • Janganlah mengira bahwa hanya dengan duduk santai menutup mata itu sudah berlatih. Bila kamu berpikir demikian, cepatlah merubah cara berpikirmu. Berlatih yang benar adalah menjaga kesadaran dalam setiap bentuk (posisi) tubuh, apakah duduk, berjalan, berdiri, atau berbaring. Bila bangkit dari duduk, jangan menganggap kamu keluar dari meditasi, tetapi kamu hanya merubah posisi tubuh. Bila kamu berpikir seperti ini, kamu akan merasa tenang. Di mana pun kamu berada, kamu akan memiliki sikap latihan seperti ini, sehingga secara terus-menerus kamu akan selalu memiliki kesadaran (sati) yang selalu bersamamu.

  • "Selama saya belum mencapai Pencerahan Sempurna, saya tidak akan bangkit dari tempat ini, meskipun darah saya mengering." Membaca pernyataan demikian di buku ini, kamu akan berpikir untuk mencobanya sendiri. Kamu akan melakukannya seperti Buddha. Tetapi kamu tidak mempertimbangkan bahwa kendaraanmu hanyalah kendaraan yang kecil. Kendaraan Sang Buddha adalah kendaraan yang sangat besar. Beliau dapat melakukan semuanya seketika. Hanya dengan kendaraan yang kecil itu, bagaimana mungkin kamu dapat melakukannya sekaligus? Ini merupakan hal yang benar-benar berbeda.

  • Saya pergi mencari tempat untuk meditasi. Saya tidak menyadari bahwa tempat-tempat itu sudah ada di sini, di hati saya. Semua yang berkenaan dengan meditasi ada di dalam batinmu. Kelahiran, usia tua, sakit, dan mati ada di sana, di dalam dirimu. Saya berkelanna ke seluruh dunia hingga saya hampir mati karena keletihan. Hanya pada saat berhenti mencari, saya benar-benar menemukan apa yang saya cari. . . di dalam diri saya sendiri.

  • Kita tidak bermeditasi untuk melihat surga tetapi untuk mengakhiri penderitaan.

  • Jangan melekat pada penampakan-penampakan atau cahaya di dalam meditasi. Jangan timbul dan tenggelam bersamanya. Apa hebatnya cahaya-cahaya itu? Lampu senter saya juga memiliki cahaya terang itu. Hal ini tidak akan menolong kita untuk mengurangi penderitaan kita.

  • Kamu buta dan tuli tanpa meditasi. Dhamma tidaklah mudah dilihat. Kamu harus bermeditasi untuk melihat apa yang kamu tidak pernah lihat. Apakah begitu dilahirkan kamu sudah menjadi seorang guru? Tidaklah demikian. Kamu harus belajar dahulu. Sebuah jeruk lemon asam rasanya bila kamu sendiri yang merasakannya.

  • Ketika duduk dalam meditasi, katakan, "Itu bukan urusan saya" pada setiap bentuk pikiran yang datang.

  • Pada saat kita malas bermeditasi seharusnya kita tetap berlatih, jangan hanya pada saat kita merasa enerjik atau pada saat suasana hati sedang baik (senang). Inilah latihan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Tetapi kita hanya pada saat hati kita sedang senang. Bagaimana kita mencapai kemajuan batin kalau kita berlatih seperti itu? Kapan kita akan memotong arus kekotoran batin kita, jika kita berlatih hanya menuruti suasana hati seperti itu?

  • Apapun yang kita kerjakan, kita seharusnya bercermin pada diri kita. membaca buku-buku tidak akan meningkatkan pengetahuan langsung terhadap suatu hal. Hari-hari berlalu, tetapi kita tidak melihat diri kita sendiri. Mengetahui bagaimana praktik berarti praktik untuk mengetahuinya.

  • Tentu ada berlusin-lusin cara bermeditasi tetapi semuanya itu tergantung pada satu hal ini, yaitu: biarkanlah segala hal berjalan apa adanya. Melangkah kemari di mana ada kesejukan, keluarlah dari perang. Mengapa tidak mencobanya?

  • Hanya niat saja untuk berlatih bagaikan menyambar bayangan tetapi kehilangan benda yang sesungguhnya.

  • Ketika saya berlatih selama beberapa tahun saya masih belum dapat mempercayai diri saya sendiri. Tetapi setelah saya memiliki banyak pengetahuan, saya belajar mempercayai kata hati saya sendiri. Bila kamu telah sampai pada pengertian yang dalam, apa pun yang terjadi, kamu dapat membiarkannya seperti apa adanya, mengingat segala sesuatu akan muncul dan lenyap. Kamu akan mencapai titik di mana kata hatimu sendiri yang akan mengatakan apa yang akan kamu lakukan.

  • Di dalam latihan meditasi, sebenarnya lebih buruk apabila kamu terperangkap di dalam ketenangan daripada terperangkap di dalam kegelisahan, karena paling tidak kamu ingin membebaskan diri dari kegelisahan tersebut, tetapi kamu menjadi puas berada di dalam ketenangan dan tidak mau berlatih lebih jauh lagi. Bila kondisi kebahagiaan muncul di dalam latihan meditasi Vipassana, jangan melekat padanya.

  • Meditasi hanyalah mengenai pikiran dan perasaan, bukan suatu hal yang kamu harus kejar atau bergulat dengannya. Perhatikanlah napasmu ketika sedang bekerja. Alam akan menjaga proses-proses alamiahnya. Apa yang harus kita lakukan adalah selalu berusaha menjaga kesadaran. Lihatlah ke dalam batin dengan cermat. Seperti inilah meditasi.

  • Tidak berlatih dengan benar berarti tidak sadar. Tidak sadar adalah bagaikan orang yang sudah mati. Tanyakan dirimu, apakah kamu akan memiliki waktu untuk berlatih bila kamu mati? Teruslah tanyakan kepada dirimu, "Kapan kamu akan mati?" Bila kita merenung dengan cara seperti ini, pikiran kita akan terus sadar setiap saat, kesadaran akan selalu hadir, dan kesadaran secara otomatis akan mengikuti, kebijaksanaan akan muncul: melihat segala fenomena sebagaimana adanya dengan jelas. Kesadaran akan terus menjaga pikiran, sehingga kesadaran ini akan tahu ketika sensasi muncul setiap saat, siang dan malam. Untuk memiliki kesadaran haruslah sadar. Sadar berarti memiliki kesadaran. Bila seseorang selalu sadar, ia berlatih dengan benar.

  • Basis dari latihan kita, pertama-tama haruslah: jujur dan tulus. Kedua: takut melakukan kesalahan. Ketiga: rendah hati, menyendiri, dan selalu puas dengan memiliki sedikit. Bila kita puas dengan yang sedikit-berhubungan dengan ucapan dan dalam segala hal- kita akan dapat melihat diri kita sendiri, pikiran kita tidak akan mudah kacau. Pikiran akan memiliki dasar kebajikan (sila), konsentrasi, dan kebijaksanaan.

  • Mula-mula kamu tergesa-gesa untuk maju, tergesa-gesa untuk kembali, dan tergesa-gesa untuk berhenti. Kamu terus berlatih seperti ini hingga suatu saat mencapai suatu titik di mana titik itu sepertinya bukan maju, bukan kembali, dan bukan pula berhenti. Hanya sampai di situ. Tidak ada yang berhenti, tidak ada yang maju, dan tidak ada yang kembali. Hal ini sudah berakhir. Akhirnya kamu akan menemukan bahwa sebenarnya tidak ada apa pun.

  • Ingatlah, kamu tidak bermeditasi untuk 'memperoleh' sesuatu, tetapi 'mengurangi' banyak hal. Kita melakukan hal ini bukan dengan dorongan nafsu, tetapi dengan membiarkannya berlalu. Bila kamu "menginginkan" sesuatu, kamu tidak akan memperolehnya.

  • Jantung-dari Sang Jalan itu cukup mudah. Tidak perlu ada penjelasan panjang lebar. Biarkan cinta dan kebencian berlalu dan biarkan segala sesuatu berjalan apa adanya. Itulah semua yang saya lakukan dalam latihan saya.

  • Bertanya tentang pertanyaan yang salah menunjukkan bahwa kamu masih berada dalam keragu-raguan. Berbicara mengenai berlatih itu sangat baik, bila hal ini dapat membantumu untuk perenungan. Tetapi semua itu terserah kepadamu, karena dirimu sendiri yang akan melihat kebenaran.

  • Kita berlatih untuk belajar melepas, bukan untuk meningkatkan kemelekatan. Pencerahan akan muncul bila kamu berhenti menginginkan sesuatu.

  • Bila kamu punya waktu untuk selalu sadar (eling), kamu tentu punya waktu untuk meditasi.

  • Baru-baru ini seseorang bertanya kepada saya, "sewaktu kita meditasi berbagai masalah (hal) muncul di dalam pikiran, haruskah kita menginvestigasinya atau memperhatikan saja ketika bentuk-bentuk pikiran itu datang dan lenyap?" Bila kamu melihat seseorang yang kamu tidak kenal berlalu-lalang, maka kamu akan bertanya, "Siapakah orang itu? Kemana ia akan pergi? Apa yang ia sedang kerjakan?" Tetapi jika kamu mengenal orang itu, cukup hanya memperhatikannya ketika ia lewat.

  • Keinginan dalam berlatih bisa menjadi seorang teman atau seorang musuh. Sebagai seorang teman, ia akan membuat kita ingin berlatih, mengerti, mengakhiri penderitaan. Tetapi bila menginginkan sesuatu yang belum muncul, menginginkan sesuatu yang lain dari yang sudah ada, hanya akan menyebabkab lebih menderita, dan inilah yang membuat keinginan menjadi musuh. akhirnya, kita harus belajar melepas semua keinginan kita, bahkan keinginan untuk mencapai pencerahan. Hanya dengan cara demikian kita dapat menjadi bebas.

  • Seseorang bertanya kepada Ajahn Chah tentang cara ia mengajarkan meditasi. "Apakah Anda menggunakan metode tanya jawab (konsultasi) setiap hari untuk mengetahui kondisi pikiran seseorang?" Ajahn Chah menjawab, "Saya mengajar murid-murid saya untuk memeriksa kondisi pikiran mereka sendiri, Menginterview diri mereka sendiri. Mungkin seorang bhikkhu sedang marah sekarang, atau mungkin ia sedang memiliki keingingan di dalam pikirannya. Saya tidak mengetahui hal itu, tetapi seharusnya ia sendiri yang mengetahui hal itu. Ia tidak perlu datang dan menanyakan hal itu kepada saya, bukankah demikian?"

  • Kehidupan kita adalah suatu kumpulan dari elemen-elemen. Kita menggunakan persetujuan untuk mendeskripsikan benda-benda, tetapi kita melekat pada persetujuan dan membuat persetujuaan itu menjadi kenyataan.Sebagai contoh, orang-orang dan benda-benda diberikan nama-nama. Mari kita kembali ke awal sebelum nama-nama itu diberikan dan menyebut laki-laki itu dengan nama "perempuan" dan menyebut perempuan itu dengan nama "laki-laki". Apa yang telah menimbulkan adanya perbedaan? Tetapi sekarang kita melekat pada nama-nama dan konsep-konsep itu. Jadi, kita terlibat perang dengan jenis kelamin dan perang-perang yang lainnya juga. Meditasi adalah cara untuk melihat semua itu. Kita akan mencapai yang tak berkondisi dan menjadi tenang, tidak berada dalam perang.

  • Banyak orang memasuki kebhikkhuan karena motivasi keyakinan, tetapi kemudian menginjak-nginjak ajaran Sang Buddha. Mereka mengerti dengan baik, tetapi menolak berlatih dengan benar. Sebenarnya mereka yang sungguh-sungguh berlatih sangat jarang pada saat ini.

  • Teori dan praktik - yang pertama mengetahui nama-nama tanaman obat, dan yang kedua pergi untuk menemukan dan menggunakannya.

  • Kebisingan - kamu suka suara burung-burung, tetapi tidak suka suara mobil. Kamu takut dengan orang-orang dan kebisingan, dan kamu suka hidup menyendiri di hutan. Mari kita tembus kebisingan dan berbuat seperti merawat bayi. "Bayi" itu adalah latihanmu.

  • Seorang samanera yang baru ditahbiskan bertanya kepada Ajahn Chah, apa nasihat beliau untuk orang yang baru berlatih meditasi. "Sama seperti mereka yang telah lama berlatih meditasi," jawab beliau. Dan apakah nasihat itu? "Hanya terus mempraktekkannya," kata beliau.

  • Orang-orang berkata bahwa ajaran Sang Buddha adalah benar, tetapi hal itu tidak mungkin dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka mengatakan, misalnya, "Saya masih muda, jadi saya tidak punya kesempatan berlatih, tetapi bila saya sudah tua, saya akan berlatih." Apakah kamu juga mengatakan bahwa kamu masih muda, jadi kamu tidak ada waktu untuk makan, tetapi bila kamu sudah tua nanti baru kamu makan? Bila saya menyodokmu dengan sebuah tongkat yang panas (bara api), apakah kamu mengatakan dirimu menderita kesakitan, tetapi karena kamu tinggal di tengah-tengah masyarakat, maka kamu tidak dapat melarikan diri darinya?

ANATTA

  • Seorang perempuan yang saleh dari provinsi sekitar datang untuk berziarah ke Wat Pah Pong. Ia berkata kepada Ajahn Chah bahwa dirinya hanya dapat berkunjung sebentar saja, karena ia harus kembali untuk merawat cucunya. Karena ia seorang wanita tua, ia memohon apakah beliau dapat memberikan khotbah Dhamma yang singkat. Ajahn Chah menjawab dengan suara yang sedikit keras, "Hai dengarkan! Tidak ada seorang pun di sini, hanya ini! Tidak ada pemiliknya, tidak ada yang akan menjadi tua, menjadi muda, menjadi baik atau buruk, lemah atau kuat. Hanya ini, itu saja-hanya elemen-elemen alam yang bervariasi, yang bekerja dengan caranya sendiri, semua kosong. Tidak ada yang mati! Mereka yang berbicara mengenai kelahiran dan kematian adalah sedang berbicara dengan bahasa anak-anak yang bodoh. Dalam bahasa dari suara hati, Dhamma, tidak ada hal seperti kelahiran dan kematian.

  • Dasar yang benar dalam pengajaran adalah melihat diri sebagai sesuatu yang kosong. Tetapi orang-orang yang belajar Dhamma justru menambah (meningkatkan) pandangan mengenai diri mereka, sehingga mereka tidak mau mengalami penderitaan atau kesulitan. Mereka ingin semuanya menjadi nyaman. Mereka mungkin ingin mengatasi penderitaan, tetapi jika masih ada konsep keakuan, bagaimana mereka dapat mengatasinya?

  • Sangat mudah bila sekali saja kamu mengerti. Sangat sederhana dan langsung. Bila sesuatu yang menyenangkan muncul, mengerti bahwa hal itu merupakan sesuatu yang kosong. Ketika hal tidak menyenangkan muncul, mengerti bahwa hal itu akan berlalu. Jangan hubungkan semua itu dengan keberadaanmu, atau menganggap dirimu sebagai pemiliknya. Bila menurutmu tanaman pepaya itu milikmu, kenapa kamu tidak merasa sakit ketika pohon itu ditebang? Bila kamu dapat mengerti hal ini, pikiranmu akan menjadi seimbang. Bila pikiran kita seimbang, inilah jalan yang benar, ajaran Sang Buddha yang benar, dan pengajaran yang menuju pembebasan.

  • Orang tidak pernah belajar di luar yang baik dan buruk. Inilah yang seharusnya mereka pelajari. Mereka berkata, "Saya akan menjadi ini, saya akan menjadi itu." Akan tetapi mereka tidak pernah berkata, "Saya tidak akan menjadi apa pun, karena sesungguhnya 'saya' tidak ada. Mereka tidak pernah mempelajari hal ini.

  • Sekali kamu mengerti anatta (tanpa inti, tanpa aku), beban kehidupan pun lenyap. Kamu akan merasa tenang hidup di dunia. Bila kita melihat keluar dari diri kita, kita tidak lagi melekat kepada kebahagiaan, sehingga kita dapat sungguh-sungguh bahagia. Dengan belajar melepaskan tanpa pergulatan, dengan mudah melepas, kamu akan menjadi seperti apa adanya - tidak menggenggam, tidak melekat, bebas.

  • Semua tubuh dibentuk dengan empat elemen, yaitu: tanah, air, udara, dan api. Ketika semua unsur itu berkumpul dan membentuk tubuh, kita menyebutnya: laki-laki, perempuan, memberi nama-nama dan seterusnya. Jadi, kita dapat mengidentifikasi yang satu dengan yang lain dengan mudah. Tetapi sebenarnya tidak ada seorang pun disana. Yang ada hanya tanah, air, udara , dan api. Jangan terlalu gembira atau terpesona olehnya. Bila kamu sungguh-sungguh melihat ke dalam, kamu tidak akan menemukan siapa pun di sana.

KETENANGAN

  • T: Seperti apa ketenangan itu?
J: Apa itu kebingungan? Baiklah, ketenangan adalah berakhirnya kebingungan.

  • Ketenangan di dalam diri seseorang dapat ditemukan di tempat yang sama seperti kegelisahan dan penderitaan. Ketenangan tidak ditemukan di hutan atau puncak bukit, juga tidak ditemukan oleh seorang guru. Bila kamu mengalami penderitaan, kamu dapat juga menemukan pembebasan dari penderitaan. Mencoba lari dari penderitaan sesungguhnya berlari menuju penderitaan itu sendiri.

  • Bila kamu mengurangi sedikit kemelekatan, kamu akan memiliki sedikit ketenangan. Bila kamu mengurangi banyak kemelekatan, kamu akan mendapat banyak ketenangan. Bila kamu melenyapkan kemelekatan secara keseluruhan, kamu akan mendapat ketenangan sepenuhnya.

  • Sesungguhnya, dalam kenyataan, tidak ada inti kekal (aku) di dalam diri manusia. Menjadi apa pun kita, itu hanyalah penampilan luar (permukaan). Tetapi, jika kita berpaling dari penampilan luar dan melihat kebenaran, kita akan mendapatkan kenyataan bahwa inti kekal (aku) tidak ada di sana. Yang kita temukan di sana adalah sifat universal - yaitu kelahiran di awal, perubahan di tengah, dan penghentian di akhir. Di sinilah pusat semua persoalan. Bila kita melihat semua masalah dengan cara seperti ini, maka tidak akan ada masalah yang muncul. Bila kita mengerti hal ini, kita akan memiliki kepuasan dan ketenangan.

  • Mengerti apa itu baik dan buruk, baik sedang bepergian atau sedang berada di suatu tempat. Kamu tidak akan menemukan ketenangan di sebuah pegunungan atau di sebuah gua. Kamu bahkan dapat pergi ke tempat Buddha sewaktu mencapai pencerahan tanpa mendekati kebenaran (kenyataan).

  • Dengan melihat keluar dari diri sendiri untuk membandingkan dan mendiskriminasikan, kamu tidak akan menemukan kebahagiaan. Kamu juga tidak menemukan ketenangan bila kamu menghabiskan waktumu untuk mencari seseorang yang sempurna atau guru yang sempurna. Buddha mengajarkan kita untuk melihat Dhamma, kebenaran, dan tidak melihat kepada orang lain.

  • Setiap orang dapat membangun rumah dari kayu dan batu bata, tetapi Sang Buddha mengajarkan kita bahwa rumah seperti itu bukanlah rumah kita yang sebenarnya. Itu adalah sebuah rumah di bumi dan hal itu mengikuti cara-cara di dunia. Rumah kita sebenarnya adalah ketenangan batin.

  • Hutan itu tenang, mengapa kamu tidak? Kamu terlalu menggenggam hal-hal yang menyebabkan kebingunganmu. Biarlah alam mengajar kamu. Dengarkan burung-burung bernyanyi kemudian biarkan berlalu. Bila kamu mengenal alam, kamu akan mengenal Dhamma. Bila kamu mengenal Dhamma, kamu akan mengenal alam.

  • Mencari ketenangan adalah seperti mencari seekor kura-kura berkumis. Kamu tidak akan dapat menemukannya. tetapi bila hatimu telah siap, ketenangan akan datang mencarimu.

  • Kebajikan, konsentrasi, dan kebijaksanaan bersama membuat Sang Jalan. Tetapi Sang Jalan ini bukanlah ajaran yang sesungguhnya, bukan apa yang guru inginkan, sekali pun demikian Sang Jalanlah yang akan membawamu ke sana. Sebagai contoh, katakanlah kamu melakukan perjalanan dari Bangkok ke Wat Pah Pong, jalan itu diperlukan untuk perjalananmu, tetapi kamu sedang mencari Wat Pah Pong, Vihara, bukan jalan itu sendiri. Demikian pula kita dapat mengatakan bahwa kebajikan, konsentrasi, dan kebijaksanaan adalah diluar kebenaran dari Buddha, tetapi jalan menuju kebenaran ini. Ketika kamu telah dapat mengembangkan ketiga faktor ini, hasilnya adalah ketenangan yang paling menakjubkan.

DUKKHA (PENDERITAAN)

  • Ada dua jenis penderitaan: penderitaan yang membuat lebih menderita dan penderitaan yang membimbing untuk mengakhiri penderitaan. Yang pertama adalah penyakit dari menggenggam kesenangan yang cepat berlalu dan penolakan terhadap ketidaksenangan. Kebanyakan orang terus menerus bergulat dari hari ke hari. Yang kedua adalah penderitaan yang datang ketika kamu membiarkan dirimu merasakan sepenuhnya pengalaman yang terus menerus berubah-kesenangan, sakit, kebahagiaan, dan kemarahan- tanpa ketakutan atau menarik diri. penderitaan dari apa yang kita alami membuat kita tidak memiliki rasa takut dan kita tenang.
  • Kita ingin mendapatkan kemudahan, tetapi bila tidak ada dukkha (penderitaan), tidak ada kebijaksanaan. Supaya kebijaksanaanmu matang, kamu harus sungguh-sungguh 'larut' dan menangislah di dalam latihanmu minimal tiga kali.

  • Kita tidak menjadi bhikkhu atau bhikkhuni untuk makan enak, tidur enak, dan menjadi sangat nyaman, tetapi untuk mengenali penderitaan:
-bagaimana menerimanya?
-bagaimana menguranginya?
-bagaimana mengakhirinya?
Jadi, jangan melakukan sesuatu yang menyebabkan penderitaan, seperti mengikuti kesukaan dalam ketamakan atau penderitaan, ini tidak akan pernah meninggalkanmu.

  • Sebenarnya, kebahagiaan adalah dukkha (penderitaan) yang menyamar, tetapi dalam bentuk yang tidak kentara, yang tidak kamu lihat. Bila kamu melekat pada kebahagiaan berarti sama saja kamu melekat pada penderitaan, tetapi kamu tidak menyadarinya. Bila kamu menggenggam kebahagiaan, tidak mungkin melempar jauh warisan penderitaan itu. Kebahagiaan dan penderitaan tidak terpisah seperti itu. Karena itu Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengenali penderitaan, melihatnya sebagai warisan kejahatan dalam kebahagiaan, mengerti bahwa kebahagiaan dan penderitaan itu sama. Jadi, hati-hati! Ketika kebahagiaan muncul, jangan terlalu gembira, dan jangan terus membawanya. Bila penderitaan datang, jangan putus asa, jangan kehilangan kendali karenanya. Mengertilah bahwa mereka memiliki nilai yang sama.

  • Ketika penderitaan muncul, mengertilah bahwa tidak seorang pun yang sudi menerimanya. Bila kamu berpikir bahwa penderitaan adalah bagian darimu, kebahagiaan adalah milikmu, kamu tidak akan dapat menemukan ketenangan.

  • Orang-orang yang menderita akan mendapatkan kebijaksanaan. Bila kita tidak menderita, kita tidak akan merenung. Bila kita tidak merenung, kebijaksanaan tidak akan lahir. Tanpa kebijaksanaan, kita tidak akan mengenal penderitaan. Tanpa mengenalnya, kita tidak akan terbebas darinya - hanya dengan cara seperti itulah. Karena itu kita harus berlatih dan memikul penderitaan itu dalam latihan kita. Bila kita bercermin di dunia, kita tidak akan menjadi takut seperti sebelumnya. Ingatlah, Sang Buddha mencapai Pencerahan Sempurna bukan di luar dunia, tetapi di dalam dunia ini.

  • Mengikuti hawa nafsu dan menyiksa diri sendiri adalah dua jalan ekstrim yang ditentang oleh Sang Buddha. Ini hanyalah kesenangan dan penderitaan. Kita membayangkan bahwa kita telah membebaskan diri kita dari penderitaan, tetapi ternyata belum. Kita hanya berpegang pada kebahagiaan. Bila kita berpegang pada kebahagiaan, maka kita akan menderita lagi. Seperti itulah keadaan yang sebenarnya, tetapi orang-orang justru berpikir dengan cara yang sebaliknya.

  • Orang-orang mendapat penderitaan di suatu tempat, kemudian mereka pindah ke tempat lain. Ketika penderitaan muncul di tempat itu, mereka berlari lagi. Mereka pikir bahwa mereka sedang menjauhi penderitaan, tetapi sebenarnya tidak. Mereka terus membawa penderitaan tanpa mengetahuinya. Bila kita tidak mengenal penderitaan, maka kita tidak dapat mengetahui penyebab penderitaan. Bila kita tidak mengetahui penyebab penderitaan itu, kita tidak dapat mengetahui cara menghentikan (mengakhiri) penderitaan itu. Sesungguhnya tidak ada cara untuk melarikan diri darinya.

  • Siswa-siswa pada jaman sekarang memiliki lebih banyak pengetahuan dibanding siswa-siswa pada jaman dahulu. Mereka mendapat banyak hal yang mereka butuhkan, karena segala sesuatunya lebih mudah. Tetapi mereka juga mendapat lebih banyak penderitaan dan kebingungan di banding sisiwa-siswa jaman dahulu. Mengapa demikian?

  • Jangan menjadi seorang Bodhisattva! Jangan menjadi seorang Arahat! Jangan menjadi apa pun. Bila kamu seorang Bhodisattva, kamu akan menderita; bila kamu seorang Arahat, kamu pun akan menderita; bila kamu tidak menjadi apapun, kamu juga akan menderita.

  • Menyayangi dan membenci, keduanya adalah penderitaan, karena nafsu indria. Menginginkan sesuatu adalah menderita; tidak menginginkan sesuatu juga menderita. Bahkan bila kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu masih menderita, karena sekali kamu mendapatkannya, kamu akan hidup dengan rasa khawatir kehilangan apa yang kamu miliki. Bagaimana kamu akan hidup bahagia dengan perasaan khawatir?

  • Ketika kamu sedang marah, apakah kamu merasa enak atau tidak enak? Bila kamu merasa tidak enak, mengapa kamu mencoba menghilangkannya? Mengapa merasa terganggu dengan perasaan itu? Bagaimana kamu dapat mengatakan bahwa kamu bijaksana dan pandai bila kamu menggenggam hal-hal seperti itu? Pikiran bahkan dapat menyebabkan keluarga bertengkar selama beberapa hari atau menyebabkan kamu menangis sepanjang malam. Dan kita juga masih terus marah dan menderita. Bila kamu menjumpai penderitaan dalam kemarahan, buanglah jauh-jauh. Jika kamu tidak membuangnya jauh-jauh, maka perasaan itu akan terus menyebabkan kamu menderita, dan tidak memiliki kesempatan untuk menghentikannya. Dunia dari alam ketidakpuasan adalah seperti ini. Jika kita tahu hal ini dengan baik, kita akan dapat memecahkan masalah ini.

  • Seorang wanita ingin mengetahui bagaimana mengatasi kemarahan. Saya bertanya kepadanya, "Ketika kemarahan muncul, kemarahan siapa?" Dia menjawab bahwa kemarahan itu miliknya. Baiklah jika kemarahan itu miliknya, seharusnya dia dapat memerintahkan kemarahan itu untuk meninggalkannya, bukan? Tetapi bukan kuasanya untuk memberikan perintah. Menggenggam kemarahan sebagai milik pribadi nyata-nyata menyebabkan penderitaan. Jika kemarahan itu benar-benar milik kita, maka kemarahan itu harus patuh kepada kita. Bila kemarahan tidak patuh kepada kita, berarti itu hanya sebuah penipuan. Janganlah jatuh karenanya! Bilamana pikiran sedang bahagia atau sedih, jangan jatuh karenanya. Itu semua adalah penipuan.

  • Bila kamu melihat kepastian di dalam sesuatu yang tidak pasti, kamu terikat pada penderitaan.

  • Sang Buddha selalu berada di sini mengajar. Lihatlah ke dirimu. Ada kebahagiaan dan ada ketidakbahagiaan. Ada senang dan ada sakit. Dan mereka selalu berada di sini. Jika kamu mengerti secara alamiah perasaan senang dan sakit, di sana kamu melihat Sang Buddha, di sana kamu melihat Dhamma. Sang Buddha tidak terlepas dari mereka semua.

GURU

  • Dirimu sendiri adalah gurumu. Mencari guru tidak dapat memecahkan keraguanmu sendiri. Selidikilah sendiri, maka kamu akan mendapatkan di dalamnya, bukan di luar. Mengenal diri sendiri adalah yang paling penting.

  • Salah seorang dari guru saya makan sangat cepat. Ia membuat suara gaduh pada saat sedang makan. Tetapi ia mengajarkan saya agar makan dengan perlahan dan penuh perhatian. Saya dulu sangat memperhatikannya dan menjadi sangat kecewa. Saya menderita, tetapi ia tidak! Saya memperhatikan semua yang di luar diri saya. Kemudian saya belajar: Banyak orang mengendarai kendaraan dengan cepat tetapi berhati-hati, sedangkan yang lainnya mengendarai dengan perlahan tetapi mengalami kecelakaan. Jangan terikat pada peraturan, pada bentuk luar saja. Bila kamu memperhatikan hal-hal di luar dirimu dengan sepuluh persen dari waktumu dan memperhatikan dirimu sendiri dengan sembilan puluh persen dari waktumu, berarti latihanmu sudah benar.

  • Murid-murid itu sulit untuk diajar. Banyak yang tahu tetapi tidak termotivasi untuk berlatih. Banyak pula yang tidak tahu tetapi tidak mencoba untuk mencari tahu. Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat untuk mereka. Mengapa manusia memiliki pikiran seperti itu? Bersikap masa bodoh itu tidak baik, bahkan meskipun saya memberitahukannya, mereka tetap tidak mendengarkan. Manusia seperti itu penuh dengan keragu-raguan dalam berlatih. Mereka selalu ragu-ragu. Mereka ingin ke Nibbana, tetapi mereka tidak ingin berjalan pada Sang Jalan. Hal ini sangat mengherankan. Ketika saya memberitahukan kepada mereka untuk bermeditasi, mereka takut, mereka hanya mengantuk. Kebanyakan mereka senang melakukan hal-hal yang saya tidak ajarkan. inilah kesulitan yang dihadapi seorang guru.

  • Bila kita dapat melihat kebenaran ajaran Sang Buddha dengan mudah, kita tidak memerlukan begitu banyak guru. Ketika kita mengerti ajaran Sang Buddha, kita hanya mengerjakan saja apa yang diajarkan-Nya kepada kita. Tetapi apa yang membuat orang-orang begitu sulit belajar adalah mereka tidak menerapkan ajaran-ajaran itu dan berdebat dengan guru-guru mengenai ajaran-ajaran itu. Di depan guru, mereka bersikap sedikit lebih baik, tetapi di belakang, mereka menjadi pencuri! Orang-orang demikian sungguh sulit untuk diajar.

  • Saya tidak mengajarkan kepada murid-murid saya untuk hidup dan mempraktikkannya dengan masa bodoh. Tetapi itulah yang mereka lakukan pada saat saya tidak berada di dekat mereka. Ketika polisi berada di dekatnya, para pencuri bersikap menjadi diri mereka sendiri. Tatkala ia bertanya: apakah ada pencuri di sekitar sini, tentu mereka berkata: tidak ada, bahwa mereka tidak pernah melihatnya. Namun begitu polisi pergi, mereka kembali seperti semula. Seperti halnya pada jaman Sang Buddha. Jadi, perhatikan saja dirimu, jangan memperhatikan orang lain.

  • Guru yang sejati hanya berbicara tentang latihan-latihan yang sulit untuk menghilangkan atau mengurangi keakuan. Apa pun yang mungkin terjadi, jangan mengabaikan guru itu. Biarlah ia membimbingmu, karena sangat mudah untuk melupakan Sang Jalan.

  • Keragu-raguan terhadap gurumu dapat membantumu. Ambillah yang baik dari gurumu, dan sadarlah dengan latihanmu sendiri. Kebijaksanaan adalah untuk memperhatikan dan mengembangkan dirimu.

  • Jangan hanya mengikuti dan percaya kepada guru karena ia mengatakan buah itu manis dan nikmat. Rasakanlah sendiri olehmu, maka semua keraguan akan lenyap.

  • Guru adalah mereka yang menunjukkan Sang Jalan. Setelah mendengar dari guru, ada yang berjalan melatih diri di dalam Sang Jalan, ada yang tidak. Dengan demikian masaknya buah dari latihan itu sebenarnya tergantung dari diri kita masing-masing.

  • Kadang-kadang mengajar merupakan pekerjaan yang sulit. Seorang guru seumpama kaleng sampah dimana orang-orang dapat menumpahkan rasa frustasi dan masalah mereka ke dalamnya. Lebih banyak orang yang kamu ajar, maka lebih besar pula pembuangan sampah masalah ke dirimu. Namun mengajar adalah cara yang menyenangkan dalam berlatih Dhamma. Mereka mengajar akan berkembang dalam kesabaran dan pengertian.

  • Seorang guru tidak dapat benar-benar menghilangkan kesulitan-kesulitan kita. Ia hanyalah sumber untuk investigasi Sang Jalan. Ia tidak dapat menghilangkannya. Sebenarnya apa yang ia katakan tidak berharga untuk didengar. Sang Buddha tidak pernah memuji untuk percaya kepada orang lain. Kita harus percaya kepada diri kita sendiri. Hal ini sangat sulit kita lakukan, tetapi memang demikianlah seharusnya. Kita melihat keluar dari diri kita, tetapi sesungguhnya idak akan pernah menemukan. Kita harus memutuskan untuk berlatih dengan sungguh-sungguh. Keragu-raguan tidak akan hilang dengan bertanya kepada orang lain, tetapi akan hilang melalui latihan kita sendiri yang tanpa akhir.

PEMAHAMAN DAN KEBIJAKSANAAN

  • Tidak ada seorang pun atau apapun yang dapat membebaskan kamu, hanya pengertian (pemahaman)-mu sendiri.

  • Seorang yang tidak waras dan seorang Arahat, keduanya tersenyum, tetapi seorang Arahat tahu mengapa dirinya tersenyum, sebaliknya orang yang tidak waras tidak tahu mengapa dirinya tersenyum.

  • Orang yang pandai sedang mengamati orang lain, tetapi dia mengamatinya dengan kebijaksanaan, bukan dengan kebodohan. Bila orang melihat dengan kebijaksanaan, ia akan belajar banyak. Tetapi seseorang yang melihat dengan kebodohan, ia hanya dapat menemukan kesalahan-kesalahan.

  • Masalah yang sesungguhnya terjadi pada manusia sekarang ini ialah: sebenarnya mereka tahu, tetapi mereka masih belum bersedia mengajarkan sesuatu. Lain halnya jika mereka tidak mengerjakan sesuatu karena tidak tahu. Namun jika mereka sudah tahu, tetapi tidak melakukannya, dapat dibayangkan betapa jadinya.

  • Belajar di luar kitab suci itu tidaklah penting. Tentu saja buku-buku Dhamma itu baik, tetapi tidak benar. Mereka tidak dapat memberikan pemahaman yang benar. Untuk melihat kata 'marah' yang tertulis tidaklah sama dengan kemarahan yang kita alami. Hanya dengan mengalami sendiri kamu akan memperoleh keyakinan yang benar.

  • Bila kamu melihat segala hal dengan pandangan yang benar, maka tidak ada kemelekatan dalam hubunganmu dengan hal-hal tersebut. Mereka datang - menyenangkan maupun tidak menyenangkan kamu melihatnya, tetapi tidak melekat. Mereka datang dan lenyap. Bahkan sekalipun kekotoran batin yang paling buruk muncul, seperti keserakahan atau kemarahan, kamu memiliki kebijaksanaan yang cukup untuk melihatnya sebagai ketidakkekalan yang alamiah dan membiarkan mereka lenyap. Bila kamu beraksi terhadap mereka, dengan suka atau tidak suka, itu bukan kebijaksanaan. Kamu sedang membuat dirimu sendiri menderita saja.

  • Bila kita mengetahui kebenaran, kita akan menjadi orang yang tidak harus banyak berpikir, kita akan menjadi orang yang bijaksana. Jika kita tidak tahu, kita akan lebih berpikir: apakah hal itu bijaksana atau tidak? Banyak berpikir tanpa kebijaksanan adalah penderitaan yang ekstrim.

  • Sekarang ini orang-orang tidak mencari kebenaran. Orang-orang belajar dengan singkat agar memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencari nafkah, menyokong keluarga, merawat diri mereka sendiri, hanya itu. Bagi mereka, menjadi pandai jauh lebih penting daripada menjadi bijaksana.

KEBAJIKAN

  • Hati-hati mengamati sila-sila kita. Kebajikan adalah memiliki rasa malu. Apabila kita ragu-ragu mengenai sesuatu, kita tidak seharusnya berbuat dan berkata. Inilah kebajikan. Kemurnian berada di luar semua keraguan.

  • Ada dua tingkat dalam latihan. Tingkat pertama, membentuk fondasi, adalah perkembangan dari kebajikan dan sila-sila, agar membawa kebahagiaan dan keharmonisan di antara umat manusia. Tingkat kedua, melaksanakan Dhamma hanya dengan tujuan pembebasan hati. Pembebasan ini adalah sumber dari kebijaksanaan dan belas kasih, dan ini adalah alasan yang sebenarnya dari ajaran Sang Buddha. Pemahaman terhadap dua tingkat ini merupakan basis dari latihan yang benar.

  • Kebajikan dan moralitas bagaikan ibu dan ayah dari perkembangan Dhamma di dalam diri kita. Mereka memberikannya dengan makanan dan bimbingan yang tepat.

  • Kebajikan adalah basis untuk keharmonisan dunia, di mana orang dapat hidup benar sebagai manusia dan bukan sebagai binatang. Kondisi yang demikian dicapai dengan mengembangkan kebajikan yang ada di hati pada saat berlatih. Jagalah sila. Tanamkan belas kasih dan sikap hormat terhadap segala kehidupan. Milikilah selalu kesadaran dalam setiap bertindak dan berucap. Gunakanlah kebajikan agar hidupmu lebih mudah dan bersih. Dengan kebajikan sebagai basis dari segala perbuatanmu, pikiranmu akan menjadi baik, bersih dan tenang. Konsentrasi (meditasi) akan lebih mudah berkembang dalam lingkungan seperti ini.

  • Perhatikanlah kebajikanmu laksana seorang tukang kebun memperhatikan tanaman-tanaman yang dirawatnya. Jangan terikat dengan besar dan kecil, penting atau tidak penting. Banyak orang yang mengambil jalan pintas. Mereka mengatakan, "Lupakan meditasi." Atau mengatakan, "Lupakan kebajikan, langsung saja pada konsentrasi (meditasi)." Kita memang terlalu banyak memaafkan diri sendiri atas kemelekatan yang ada.

  • Usaha dan kebajikan bukanlah pertanyaan tentang apa yang kamu kerjakan di luar dirimu, tetapi kesadaran dan pengendalian diri dari dalam yang terus menerus. Jadi, dana yang diberikan dengan maksud yang baik dapat membawa kebahagian bagi diri sendiri dan orang lain. Namun kebajikan haruslah menjadi akar dari dana yang diberikan, sehingga benar-benar tulus.

  • Sang Buddha mengajarkan kita untuk menghentikan perbuatan jahat, melakukan perbuatan baik, dan menyucikan pikiran. Kita harus berlatih untuk mengurangi segala perbuatan yang tidak bernilai dan meningkatkan segala perbuatan yang bemanfaat. Apakah kamu masih memiliki sifat buruk dan tidak memiliki kemampuan khusus di dalam hatimu? Tentu! Jadi, mengapa tidak membersihkan 'rumah'? Namun latihan yang sebenarnya bukan hanya untuk mengurangi keburukan-keburukan dan meningkatkan kebaikan-kebaikan, tetapi lebih dari itu. Pada suatu saat kita harus keluar dari dikotomi baik dan buruk itu. . Dan akhirnya tercapailah pembebasan yang mencakup semua, di mana tidak ada keinginan dari cinta, dan kebijaksanaan mengalir secara alami.

  • Kita harus mulai dari sini, di mana kita berada, langsung dan dengan cara sederhana. Ketika dua langkah pertama, kebajikan dan pandangan benar, telah dilaksanakan, maka langkah ke-tiga adalah membabat kekotoran batin yang secara alami akan muncul tanpa diminta. Ketika pencerahan telah tercapai, kita tidak lagi gelisah untuk menghilangkan kegelapan dan juga tidak bertanya: ke mana kegelapan pergi. Kita hanya tahu satu hal: pencerahan.

  • Ada tiga tingkatan dalam melaksanakan sila. Pertama, melaksanakannya seperti melatih peraturan yang diberikan oleh guru-guru kita. Ke-dua, muncul ketika menjalankan dan mematuhinya atas keinginan kita sendiri. Namun bagi mereka yang berada di tingkat tertinggi, para suciwan, mereka tidak perlu lagi memikirkan sila, benar atau salah. Kebajikan yang hakiki ini datang dari kebijaksanaan yang bersumber dari pengenalan akan Empat Kebenaran Mulia di dalam hati dan bertindak atas pemahamannya yang benar itu.

  • Ada beberapa bhikkhu yang melepas jubah dan berada di barisan depan di mana peluru berdesingan melewati mereka setiap hari. Mereka senang melakukan hal itu. Mereka sungguh-sungguh ingin pergi. Bahaya mengelilingi mereka dari segala penjuru, tetapi mereka tetap siap untuk pergi. Mengapa mereka tidak melihat bahaya? Mereka siap mati karena peluru. Namun tidak seorang pun ingin mati karena mengembangkan kebajikan. Hal ini sungguh mengherankan, bukan?

SERBA SERBI

  • Salah seorang murid Ajahn Chah memiliki masalah sehubungan dengan lututnya yang hanya bisa disembuhkan dengan operasi. Para dokter telah meyakinkannya bahwa lututnya akan sembuh dalam beberapa minggu. Namun sampai berbulan-bulan lututnya belum sembuh dengan sempurna. Ketika bertemu kembali dengan Ajahn Chah, dia mengemukakan keluhannya, "Para dokter mengatakan bahwa proses penyembuhannya tidak memakan waktu lama, maka tidak seharusnya hal ini terjadi. "Ajahn Chah tertawa dan berkata, "Jika hal ini tidak seharusnya terjadi, tentu tidak akan terjadi demikian."

  • Jika seseorang memberimu sebuah pisang yang kuning, ranum, berbau harum, dan manis, tetapi beracun, apakah kamu akan memakannya? Tidak, bukan? Namun ketika Sang Buddha mengatakan bahwa kesenangan nafsu indria itu 'beracun', mengapa kita masih terus menuruti dan 'memakannya' juga?

  • Perhatikanlah kekotoran batinmu! Kenalilah mereka seperti kamu mengenali racun kobra. Kamu tahu bahwa racun itu akan menyebabkanmu mati. Karena itu lihatlah kejahatan sebagai kejahatan dan sesuatu yang berguna sebagai sesuatu yang berguna.

  • Kita selalu tidak pernah merasa puas. Saat memakan buah yang manis, kita kehilangan rasa asam; dan pada saat memakan buah yang asam, kita kehilangan rasa manis.

  • Jika di dalam kantongmu ada bau yang tidak sedap, maka kemana pun kamu pergi, bau itu akan terus menyertaimu. Janganlah menyalahkan bau yang berada di tempat itu.

  • Buddhisme di Timur sekarang ini laksana pohon besar yang begitu agung, tetapi hanya menghasilkan buah yang kecil dan tanpa rasa. Sedangkan Buddhisne di Barat bagaikan pohon yang masih muda yang belum menghasilkan buah, tetapi memiliki harapan untuk menghasilkan buah-buah yang besar dan manis.

  • Sekarang ini orang terlalu banyak berpikir. Terlalu banyak hal yang menarik mereka, tetapi tidak satu pun yang membimbing mereka menuju penyelesaian yang benar.

  • Hanya karena kamu menyebut alkohol itu parfum tidak akan menyebabkan dia menjadi parfum, kamu tentu memahaminya. Namun, ketika kamu ingin menenggak alkohol dan kamu katakan dia sebagai parfum, lalu menenggaknya, maka kamu akan dikatakan orang sinting.

  • Orang selalu melihat keluar: pada orang lain dan benda-benda di sekitarnya. Misalnya mereka melihat aula ini dan berkata, "Ruang ini begitu besar." Sebenarnya, ruang ini sama sekali tidak besar. Apakah ruang ini besar atau tidak, tergantung dari persepsi seseorang tentang ruang ini. Sebenarnya aula ini hanya merupakan ukuran belaka, tidak besar dan tidak kecil. Bagaimana pun juga orang terlalu asik dengan perasaannya sepanjang waktu. Mereka sibuk melihat sekeliling dan berkomentar tentang apa yang dilihatnya, tetapi tidak punya waktu untuk melihat diri sendiri.

  • Banyak orang merasa bosan, letih berlatih, dan malas. Tampaknya mereka tidak bisa terus mempertahankan Dhamma di dalam pikiran mereka. Namun bila kamu pergi kepada mereka dan memarahi mereka, maka mereka tidak akan pernah melupakannya. Bahkan ada yang mengingatnya sepanjang hidupnya dan tidak akan pernah memaafkanmu. Tetapi pada saat mendengar ajaran Sang Buddha, bahwa kita harus menjadi tenang, terkendali, dan menjaga kesadaran, mengapa mereka melupakan semuanya itu? Mengapa mereka tidak menyimpannya di dalam hati?

  • Menilai diri sendiri lebih baik dari orang lain adalah tidak benar. Menilai diri sendiri sama baik dengan orang lain juga tidak benar. Menilai diri sendiri lebih rendah dari orang lain pun tidak benar. Bila beranggapan diri sendiri lebih baik dari orang lain, maka kesombongan muncul. Bila menilai diri sendiri sama baik dengan orang lain, kita tidak akan respek dan bersikap rendah hati pada saat yang tepat. Dan bila kita menganggap diri sendiri lebih rendah dari orang lain, pikiran kita akan tertekan, karena merasa lebih rendah dari orang lain, dilahirkan dalam keadaan tidak baik, dan lain-lain. Biarkanlah semuanya itu lenyap!

  • Kita harus belajar untuk membiarkan segala kondisi berlangsung sebagaimana adanya dan tidak berusaha untuk menentang atau menolaknya. Namun terkadang kita berharap agar kondisi-kondisi ini berlangsung sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita akan menggunakan segala cara untuk mengorganisir mereka atau mencoba mengatasinya. Jika tubuh kita sakit dan terasa sakit sekali, kita tidak menginginkan keadaan seperti ini, maka kita mencari berbagai sutra lalu melafalnya. Kita tidak ingin tubuh kita sakit. Kita ingin mngendalikannya. Sutra-sutra tersebut menjadi semacam upacara mistis, bahkan menyebabkan kita terjerat dalam kemelekatan. Hal ini dikarenakan kita melafal sutra-sutra tersebut dengan tujuan untuk mengatasi penyakit, memperpanjang kehidupan, dan lain-lain. Sesungguhnya Sang Buddha mengajarkan kita dengan ajaran-ajaran-Nya ini agar kita memahami kebenaran dari tubuh, sehingga kita dapat menatapnya sebagaimana adanya dan menghentikan keinginan kita, tetapi kita justru menggunakan sutra-sutra itu untuk meningkatkan keinginan kita.

  • Kenalilah tubuhmu, hatimu, dan pikiranmu. Puaslah dengan sedikit yang ada. Jangan melekat pada ajaran. Jangan mengikuti dan berpegang pada perasaan.

  • Banyak orang takut berdana. Mereka merasa bahwa mereka akan dimanfaatkan atau ditindas. Dengan berdana, kita sedang menekan keserakahan dan kemelekatan kita. Dengan berdana, kita akan mengetahui kebenaran yang alami dari benda itu sendiri, sehingga kita menjadi lebih ringan dan bebas.

  • Lebih dari sekedar mengajar umat, Ajah Chah melatih mereka dengan menciptakan suatu lingkungan yang umum dan situasi khusus di mana mereka dapat belajar tentang diri mereka sendiri. Ia akan berkata tentang semuanya itu seperti, "Dari apa yang saya ajarkan kepadamu, mungkin Anda telah mengerti 15%", atau, "Dia telah menjadi bhikkhu selama lima tahun, maka dia mengerti 5%." Seorang bhikkhu muda memberi tanggapan untuk kata-kata yang terakhir, "Kalau begitu saya mendapatkan 1%, karena saya sudah di sini selama satu tahun." "Tidak," sahut Ajahn Chah, "Untuk empat tahun pertama, kamu belum mendapatkan persen, baru pada tahun ke-lima kamu mendapat 5%."

  • Salah seorang murid Ajahn Chah bertanya, apakah beliau pernah ingin melepas jubah? Apakah ia ingin meninggal dengan menggunakan jubah kuning? Murid tersebut mengatakan bahwa dia sulit untuk memikirkan hal itu, meskipun dia tidak mempunyai keinginan untuk melepas jubahnya. Ia sesungguhnya tidak dapat memutuskan bahwa dirinya tidak akan pernah melakukan hal itu. Ketika ia melihat kedalam, ia berkata bahwa tampaknya pikiran-pikirannya tidak berarti. Ajahn Chah kemudian menjawab, "Pikiran-pikiran yang tidak berarti itulah sesungguhnya Dhamma."

  • Suatu ketika seorang tamu bertanya kepada Ajahn Chah: apakah ia seorang Arahat? Beliau menjawab, "Saya seperti sebuah pohon di hutan. Burung-burung datang ke pohon, mereka hinggap di cabang dan makan buahnya. Burung-burung itu merasakan mungkin buah itu manis rasanya, atau asam, atau lainnya. Namun pohon itu sendiri tidak merasakan rasa dari buah-buah itu. Burung-burung mengatakan manis atau asam, tetapi dari pandangan pohon itu sendiri, semuanya hanyalah ocehan burung-burung.

  • Sseorang berkata, "Saya dapat memperhatikan nafsu indria dan perasaan tidak suka yang muncul di dalam pikiran saya, tetapi sulit mengamati keinginan-keinginan." "Kamu sedang menunggang seekor kuda dan bertanya, di mana kuda itu berada?" komentar Ajahn Chah.

  • Bila sesuatu itu tidak baik biarlah ia mati. Bila ia tidak baik, buatlah ia menjadi baik.

  • Kamu mengatakan bahwa kamu mencintai kekasihmu seratus persen. Baiklah, mari kita keluarkan isi bagian dalam dan lihat, masih berapa persenkah kamu mencintainya. Atau, bila kamu sangat merindukan kekasihmu sedangkan dia tidak berada di dekatmu, mengapa tidak meminta kekasihmu mengirimkan kepadamu sebuah botol berisi kotorannya? Dengan cara ini, jika kamu rindu kepadanya, kamu dapat membuka botol itu dan mencium isinya. Menjijikkan? Lalu, apa artinya cintamu itu? Apa yang membuat hatimu bertalu-talu seperti alat pemukul padi? Setiap gadis dengan penampilan menarik lewat di depanmu atau wangi parfumnya tercium olehmu, apakah artinya semuanya ini? Apakah artinya tekanan-tekanan ini? Mereka menarik dan menyedotmu ke dalam, tetapi kamu tidak membuat pertahanan yang kuat, bukan? Ingat, ada harga yang harus di bayar di bagian akhir, mengertilah!

  • Suatu hari tiba-tiba Ajahn Chah mengangkat sebuah cabang pohon besar yang berat, yang berada di jalan. Beliau ingin memindahkan cabang itu dari jalan. Beliau berjalan ke arah muridnya untuk memintanya memegang cabang pohon itu di satu sisi, sementara beliau memegang sisi yang lain. Kemudian ketika mereka mengangkat dan siap untuk melemparnya, beliau melihat ke atas dan bertanya, "Apakah cabang ini berat?" Dengan cara seperti ini Ajahn Chah mengajarkan murid-muridnya melihat Dhamma dalam segala bentuk yang mereka katakan atau kerjakan. Dalam hal ini beliau menunjukkan kegunaan dari "membiarkan segala sesuatu berjalan sebagaimana adanya".

  • Salah sorang siswa Ajahn Chah secara tidak sengaja menyentuh ujung saklar listrik yang menghubungkannya ke tape recorder ketika ia sedang menyambung saklar itu ke aliran listrik. Ia tersentak dan menjatuhkannya. Ajahn Chah memperhatikan dan tidak menyia-nyiakan momentum yang berharga itu untuk mengajar Dhamma. Spontan beliau berkata,"Oh, bagaimana kamu bisa begitu cepat melepaskannya? Siapa yang memberitahu kamu untuk melakukan itu?"

  • Pada saat menjelang Natal, para bhikkhu asing telah memutuskan untuk merayakanya. Mereka mengundang beberapa umat, juga Ajahn Chah untuk merayakan bersama mereka. Umat pada umumnya bingung dan ragu-ragu. Mereka bertanya, apakah pemeluk agama Buddha merayakan Natal? Ajahn Chah kemudian berbicara tentang agama yang mereka tanyakan, "Sejauh yang saya ketahui, agama Kristen mengajarkan orang-orang untuk melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. Jadi, sama seperti Buddhisme. Lantas, apa salahnya? Bagaimana pun jika orang-orang menjadi bingung dengan idea untuk merayakan Natal, hal itu dapat dimaklumi. Kita tidak menyebutnya Christmas. Kita menyebutnya Christ-Buddhamas! Apa pun yang mengilhami kita bahwa hal itu adalah suatu kebenaran, maka lakukanlah dan bahwa hal itu baik, lakukanlah latihan itu dengan benar. Kamu boleh menyebutnya dengan nama apapun.
  • Pada saat para pengungsi dari Laos dan Cambodia membanjiri Thailand, tim sukarelawan yang datang menolong mereka sangat banyak. Hal ini membuat para ronahiawan dari Barat berpikir bahwa para bhikkhu dan bhikkhuni seharusnya tidak hanya duduk di hutan pada saat organisasi agama lain begitu proaktif dalam usaha meringankan beban para pengungsi. Jadi, mereka memberi masukan kepada Ajahn Chah dengan mengatakan, "Membantu para pengungsi adalah baik. Inilah sesungguhnya tugas mereka secara alami kepada sesama. Hanya melalui keinginan kita sendiri, sehingga kita dapat membantu. Siapa saja boleh keluar dan membantu membagikan pakaian dan mendirikan tenda-tenda, tetapi berapa banyak yang pergi ke hutan dan duduk mengenali pikiran mereka? Sepanjang kita belum tahu bagaimana 'menukarkan baju' dan 'memberi makan pikiran orang', maka akan selalu ada masalah pengungsian di mana-mana di dunia ini."

  • Ajahn Chah mendengarkan seorang muridnya membacakan Sutra Hati. Ketika ia telah selesai, Ajahn Chah berkata, "Tidak ada kekosongan juga. . . tidak ada bodhisatta." Ia kemudian bertanya, "Darimana sutra ini berasal?" "Sutra ini telah diucapkan oleh Sang Buddha." jawab siswa-Nya. "Tidak ada Buddha," bantah Ajahn Chah dengan tegas. Kemudian beliau berkata, "Hal ini mengungkapkan suatu kebijaksanaan yang dalam, di luar semua kaidah. Bagaimana kita mengajar tanpa mereka? Kita harus memiliki nama untuk itu, bukankah demikian?"

  • Untuk menjadi manusia yang mulia, kita harus terus menerus mengamati perubahan-perubahan hingga dapat melihat tubuh ini sebagaimana adanya. Pikiran berubah secara keseluruhan, tetapi tubuh masih ada. Ada panas, dingin, luka, dan rasa sakit seperti biasa. Namun pikiran sudah tidak terpengaruh, dan sekarang melihat burung, usia tua, kesakitan, dan kematian di dalam cahaya kebenaran (Sebagaimana adanya).

  • Pada suatu hari seseorang bertanya kepada Ajahn Chah tentang pencerahan; dapatkah dia menggambarkan pencerahan yang ada padanya? Dengan seseorang yang begitu berharap mendengar jawabannya, dia berkata, "Pencerahan tidak sukar untuk dimengerti. Ambil sajalah pisang dan masukkanlah ke dalam mulutmu, maka kamu akan mengetahui seperti apa rasanya. Kamu harus berlatih untuk mengalami kesunyataan, dan kamu harus berlatih dengan tekun. Jika begitu mudah untuk menjadi tercerahkan, setiap orang ingin melakukannya. Saya pergi ke vihara sejak saya berumur delapan tahun dan saya menjadi seorang bhikkhu selama lebih dari empat puluh tahun. Namun kamu ingin bermeditasi selama satu atau dua malam dan langsung mencapai Nibbana. Kamu jangan hanya duduk, tetapi bersemangatlah! Begitulah seharusnya, pahamilah hal ini. Kamu juga tidak bisa mendapatkan seseorang untuk melakukan sesuatu di kepalamu dan membuat kamu tercerahkan.

  • Kamu tidak akan tercerahkan sepenuhnya sebelum kamu mampu mengajar umat. Dengan bersikap jujur kepada mereka dan menceritakan kepada mereka apa yang kamu ketahui dari hatimu. Ceritakan kepada mereka segala sesuatu yang mungkin diceritakan. Jangan menganggap diri mampu mengangkat batu karang-batu karang besar, jika kamu hanya dapat mengangkat yang kecil. Belum terlambat untuk menceritakan bahwa jika kamu berlatih dan kamu bekerja, sungguh mungkin untuk mengangkat batu karang-batu karang besar.

  • Saya tidak tahu harus berbicara kepada siapa mengenai hal ini. Kita berbicara mengenai hal-hal yang harus dikembangkan dan hal-hal yang harus dilepas, tetapi sesungguhnya tidak ada yang harus dikembangkan, tidak ada yang harus dilepas.


Sebuah Undangan

Semua yang telah saya ungkapkan hingga sekarang ini hanyalah kata-kata biasa. Jika umat datang kepada saya, maka saya harus membicarakan suatu hal. Namun sebaiknya tidak membicarakan hal itu terlalu banyak. lebih baik mulai praktek, jangan ragu-ragu lagi, mulailah praktekkan dan kamu tidak akan menyelesalinya.

Selasa, 16 September 2008

Apakah Kamma Itu?


Kamma adalah suatu hukum alam impersonal yang bekerja sesuai dengan tindakan kita. Kamma adalah hukum tersendiri dan tidak ada pemberi hukum. Kamma bekerja dengan sendirinya tanpa campur tangan sosok pengatur eksternal.

Kamma dapat dibilang dalam bahasa anak-anak yang sederhana: berbuatlah baik dan kebaikan akan datang kepadamu, sekarang dan sesudahnya. Berbuatlah jahat dan kejahatan akan datang kepadamu, sekarang dan sesudahnya.

Dalam bahasa penuai, Kamma dapat dijelaskan dengan cara ini: jika kamu menabur benih yang baik, kamu akan menuai panen yang baik. Jika kamu menabur benih yang buruk, kamu akan menuai panen yang buruk.

Dalam bahasa ilmu pengetahuan, Kamma disebut hukum sebab-akibat: setiap sebab mempunyai akibat. Nama lain untuk hal ini adalah hukum kausal moral. Kausal moral bekerja dalam bidang sama seperti hukum fisika tentang aksi dan reaksi bekerja dalam bidang fisika.

Dalam Dhammapada, kamma dijelaskan dengan cara ini: "Pikiran adalah pelopor segala kebaikan dan kejahatan. Jika engkau berbicara atau bertindak dengan pikiran yang buruk, maka ketidakbahagiaan mengikutimu seperti roda pedati mengikuti kuku sapi. Jika engkau berbicara atau bertindak dengan pikiran yang baik, maka kebahagian mengikutimu seperti bayang-bayang yang tak pernah meninggalkanmu."

Kamma adalah aksi. Dalam diri makhluk hidup ada kekuatan atau tenaga yang diberi nama yang berbeda-beda seperti naluri, kesadaran, dan lain-lain. Kecenderungan bawaan ini memaksa setiap makhluk hidup untuk bergerak. Seseorang bergerak secara mental atau fisik. Geraknya merupakan aksi. Pengulangan aksi menjadikan kebiasaan dan kebiasaan akan menjadi watak. Dalam ajaran Buddha, proses ini disebut kamma.

Dalam pengertian akhir, kamma berarti aksi mental atau kehendak. "Kehendak itulah yang Kusebut sebagai kamma," kata Sang Buddha. Jadi kamma bukanlah suatu wujud melainkan suatu proses, aksi, energi, dan daya. Sebagian orang menafsirkan kekuatan ini sebagai 'aksi-pengaruh'. Perbuatan kita sendirilah yang bereaksi pada diri kita. Sakit dan kebahagiaan yang dialami manusia merupakan hasil pikiran, perbuatan, dan ucapan kita menghasilkan kesuksesan dan kegagalan kita, kebahagiaan dan kesengsaraan kita.

kamma adalah suatu hukum alam impersonal yang bekerja secara ketat sesuai dengan tindakan kita. Kamma adalah hukum tersendiri dan tidak ada pemberi hukum. Kamma bekerja dengan sendirinya tanpa campur tangan sosok pengatur eksternal. Karena tidak ada sosok tersembunyi yang mengarahkan atau mengatur imbalan dan hukuman, umat Buddha tidak bergantung pada doa kepada kekuatan ilahi untuk mempengaruhi hasil kamma. Menurut Sang Buddha, kamma bukan ditakdirkan atau ditentukan pada kita oleh suatu kekuasaan atau kekuatan misterius di mana kita harus berpasrah diri tanpa daya.

Umat Buddha percaya bahwa seseorang akan menuai apa yang sudah ia tabur; kita saat ini adalah hasil dari diri kita pada masa sebelumnya, dan kita nanti akan menjadi hasil diri kita saat ini. Dengan kata lain, kita tidaklah mutlak tetap seperti diri kita sebelumnya, dan kita tidak akan terus menjadi seperti diri kita sekarang. Ini berarti bahwa kamma bukanlah ketentuan mutlak. Sang Buddha menunjukkan bahwa jika semuanya sudah ditetapkan dan ditentukan, maka tidak akan ada kehendak bebas dan tidak akan ada kehidupan moral atau spiritual. Kita akan semata-mata menjadi budak masa lalu kita. Sebaliknya, jika semuanya tidak diterapkan, maka tidak akan ada pengembangan moral dan pertumbuhan spiritual. Sang Buddha kembali menyatakan kebenaran Jalan Tengah bahwa kamma bukan untuk dipahami sebagai ketentuan kaku maupun ketidak-tentuan baku melainkan sebagai suatu interaksi dari keduanya.

Kesalahpemahaman Mengenai Kamma

Kesalahpemahaman atau pandangan irasional tentang kamma disebutkan dalam Anguttara Nikaya yang menyatakan bahwa orang bijak akan menyelidiki dan meninggalkan pandangan-pandangan berikut ini:
  • Kepercayaan bahwa segala sesuatu merupakan hasil dari perbuatan pada kehidupan sebelumnya.
  • Kepercayaan bahwa segala sesuatu merupakan hasil penciptaan oleh suatu pencipta tertinggi.
  • Kepercayaan bahwa segala sesuatu timbul tanpa alasan atau sebab.

Jika seseorang menjadi seorang pembunuh, pencuri, atau pelacur, dan jika perbuatannya disebabkan tindakannya pada masa lalu, atau disebabkan oleh kuasa makhluk tertinggi, atau jika semata-mata terjadi karena kebetulan, maka orang ini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan jahatnya karena segala sesuatu sudah ditentukan sebelumnya.

Kesalahpemahaman lain tentang kamma adalah bahwa kamma bekerja hanya bagi orang tertentu sesuai dengan imannya; tetapi nasib seseorang dalam kehidupan berikutnya tidak tergantung sedikit pun pada agama tertentu yang ia pilih. Apa pun agamanya, nasib seseorang tergantung sepenuhnya pada perbuatannya yang dilakukan oleh tubuh, ucapan, dan pikiran. Tak peduli label agama apa pun yang dianut, ia akan mengalami dunia yang bahagia dalam kehidupan berikutnya selama ia melakukan perbuatan baik dan menjalankan hidup yang tak tercela. Seseorang akan terlahir untuk menjalani hidup yang malang jika ia melakukan kejahatan dan berpikiran jahat. Karena itu, umat Buddha tidak menyatakan bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang diberkati yang dapat pergi ke surga setelah kematiannya. Apa pun agama yang dianut atau tanpa label agama sekalipun, pikiran kamma manusia sajalah yang menentukan takdirnya, baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan berikutnya. Ajaran kamma tidak mengajarkan adanya pengadilan pasca-kematian. Sang Buddha tidak mengajarkan hukum kamma ini untuk melindungi orang kaya dan mengenakkan orang miskin dengan menjanjikan kebahagiaan ilusi di kehidupan sesudahnya.

Menurut ajaran Buddha, kamma menjelaskan ketidaksetaraan yang ada di antara umat manusia. Ketidaksetaraan ini terjadi bukan hanya dari keturunan, lingkungan, dan alam, tapi juga karena kamma atau hasil perbuatan kita sendiri. Memang kamma adalah salah satu faktor yang bertanggung jawab atas kesuksesan dan kegagalan hidup kita.

Karena kamma adalah kekuatan yang tak tampak, kita tidak dapat melihatnya bekerja dengan kasat mata. Untuk memahami bagaimana kamma bekerja, kita dapat membandingkannya dengan benih: hasil kamma tersimpan dalam pikiran bawahsadar seperti halnya daun, bunga, buah, dan batang pohon tersimpan dalam benihnya. Dalam kondisi yang sesuai, buah kamma akan dihasilkan seperti halnya dengan kelembaban dan cahaya, daun dan batang pohon akan tumbuh dari benihnya yang kecil. Rasa buahnya juga ikut terbawa sama seperti energi kamma menciptakan akibat.

Kerja dari kamma dapat juga dibandingkan dengan rekening bank: seseorang yang bajik, murah hati, dan penuh kebaikkan dalam hidupnya saat ini seperti seseorang yang menambah rekening 'kamma baik'-nya. Akumulasi kamma baik ini dapat digunakan untuk menjamin hidup yang bebas dari masalah. Namun demikian, ia harus menggantikan apa yang ia ambil, jika tidak, suatu hari rekeningnya akan berkurang dan ia akan bangkrut. Jadi siapa yang dapat ia salahkan untuk keadaannya yang sengsara? Ia tidak dapat menyalahkan orang lain atau nasib. Ia sendiri yang bertanggung jawab. Jadi seorang umat Buddha yang baik tidak akan menjadi seorang pelarian namun harus menghadapi hidup sebagaimana adanya dan tidak dikendalikan dengan berdiam diri. Berbagai aktivitas untuk kebaikan sangat diperlukan demi kebahagiaan seorang itu sendiri. Pelarian adalah sumber kelemahan, dan seorang pelarian tidak akan dapat lari dari efek hukum kamma.

Sang Buddha berkata, "Tidak ada tempat sembunyi untuk melarikan diri dari hasil kamma." (Dhammapada 127)

Pengalaman Kita Sendiri

Memahami hukum kamma berarti menyadari bahwa kita sendiri bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesengsaraan kita sendiri. Kita adalah arsitek kamma kita. Ajaran Buddha menjelaskan bahwa kita memiliki segala kemungkinan untuk membentuk kamma kita sendiri dan menentukan arah hidup kita. Sebaliknya, kita bukanlah tahanan dari perbuatan kita sendiri; kita bukan budak kamma kita. Kita bukan juga semata-mata mesin yang secara otomatis menghasilkan kekuatan naluriah yang memperbudak kita. Kita bukan pula kita semata-mata produk alam. Kita memiliki kekuatan dan kemampuan dalam diri kita sendiri untuk mengubah kamma kita. Pikiran kita lebih kuat daripada kamma kita, sehingga dengan demikian hukum kamma dapat dibuat untuk melayani kita. Kita tidak harus menyerahkan harapan dan usaha kita untuk berpasrah diri pada kekuatan kamma kita. Untuk menghentikan reaksi kamma buruk kita yang telah terkumpul sebelumnya, kita harus melakukan lebih banyak perbuatan baik dan memurnikan pikiran, bukannya fisik kita untuk mengatasi efek perbuatan jahatnya jika ia bertindak dengan bijaksana dengan menjalani suatu kehidupan mulia.

Kita harus menggunakan kemampuan yang dianugerahkan kepada kita untuk mengembangkan kesempurnaan kita. Kartu dalam permainan kehidupan ada dalam diri kita. Kita tidak memilihnya. Mereka adalah jejak kamma masa lalu kita; tetapi kita dapat memilih apa yang kita sukai, melakukan apa yang sesuai untuk kita dan setelah kita bermain, menang atau kalah, tergantung pada keterampilan kita.

Kamma berkaitan dengan perbuatan manusia. Perbuatan ini juga menciptakan hasil lain. Tetapi setiap dan semua perbuatan yang dilakukan tanpa niat tujuan apa pun tidak dapat menjadi kusala-kamma (perbuatan baik) atau akusala-kamma (perbuatan buruk). Itulah sebabnya Sang Buddha mengartikan kamma sebagai perbuatan dengan kehendak. Berarti, perbuatan baik dan buruk apa pun yang kita lakukan tanpa niat tujuan apa pun, tidak cukup kuat untuk dibawa ke kehidupan kita yang akan datang. Namun demikian, ketidaktahuan akan sifat efek baik dan buruk kamma bukanlah alasan untuk membenarkan atau menghindari hasil kamma jika hal itu dilakukan secara sengaja. Seorang anak kecil atau seorang yang tidak tahu dapat melakukan banyak perbuatan merugikan. Jika anak itu menyentuh batang besi yang membara, unsur panas tidak akan menyelamatkan anak itu. Energi kamma juga bekerja dengan cara yang persis sama. Energi kamma tidak mendua; seperti gaya gravitasi yang adil.

Perubahan radikal dalam sifat Angulimala dan Asoka menggambarkan potensi manusia untuk mengendalikan kekuatan kamma.

Angulimala adalah perampok jalanan yang membunuh nyaris seribu orang. Dapatkah kita menghakiminya lewat perbuatan eksternalnya? Karena dalam masa hidupnya, dengan upaya sendiri, ia menjadi seorang Arahat dan dengan demikian menghapuskan perbuatan salah masa lalunya.

Asoka, Kaisar India, membunuh beribu-ribu orang untuk berperang dan memperluas kerajaannya. Namun setelah memenangkan pertempuran, ia sepenuhnya mengubah dirinya sendiri dan karirnya menjadi sejauh ini, "Di antara puluhan ribu nama-nama kerajaan yang memenuhi kolom sejarah, para raja dan bangsawan dan semacamnya, nama Asoka bersinar dan bersinar sendirian, sebagai sebuah bintang," kata sejarawan dunia, H.G. Wells.

Faktor Lain Yang Mendukung Kamma

Walaupun ajaran Buddha berkata bahwa seseorang akhirnya dapat mengendalikan kekuatan kamma-nya, ajaran Buddha tidak menyatakan bahwa semuanya terjadi karena kamma. Ajaran Buddha tidak mengabaikan peran yang dimainkan oleh kekuatan alam lainnya. Menurut ajaran Buddha, ada lima kaidah atau proses hukum alam (niyama) yang bekerja dalam dunia fisik dan mental:
  • Utu niyama (hukum musiman) yang berkaitan dengan asa anorganik fisik, misalnya fenomena musiman dari angin dan hujan, dan sebagainya.
  • Bija niyama (hukum biologi) yang berkaitan dengan asas benih dan biji.
  • kamma niyama (hukum kamma) yang berkaitan dengan kausal moral atau asas sebab dan akibat.
  • Dhamma niyama (fenomena alam) yang berkaitan dengan daya listrik, gerakan gelombang, dan sebagainya.
  • Citta niyama (hukum psikologis) yang mengatur proses kesadaran.

Jadi kamma dianggap hanya sebagai salah satu dari lima hukum alam yang menerangkan keragaman di dunia ini.

Dapatkah kamma Diubah?

Kamma sering dipengaruhi oleh keadaan: kekuatan menguntungkan dan merugikan yang bekerja untuk menghambat dan mendorong hukum yang bekerja dengan sendirinya ini. Kekuatan lain yang membantu atau menghalangi kamma adalah kelahiran, penampakan, waktu atau kondisi, dan usaha.

Kelahiran yang menguntungkan (gati sampatti) atau kelahiran yang tidak menguntungkan (gati vipatti) dapat mengembangkan atau mencegah matangnya kamma. Sebagai contoh, jika seseorang terlahir dalam keluarga mulia atau dalam keadaan bahagia, kelahirannya yang menguntungkan akan memudahkan kamma baiknya bekerja. Seseorang yang tidak pandai, yang oleh karena suatu kamma baik, terlahir dalam keluarga bangsawan, karena keturunan mulianya, akan dihormati oleh orang-orang. Jika orang yang sama terlahir secara kurang menguntungkan, ia tidak akan bernasib sama.

Penampakan baik (upadhi sampatti) dan penampakan buruk (upadhi vipatti) adalah dua faktor lain yang menghambat atau mendorong kerja kamma. Jika karena suatu kamma baik, seseorang memiliki kelahiran yang baik, tetapi terlahir cacat oleh suatu kamma buruk, maka ia tidak akan dapat sepenuhnya menikmati manfaat kamma baiknya. Bahkan seorang pewaris tahta yang sah mungkin tidak akan diangkat ke posisi yang tinggi itu jika ia menderita cacat fisik atau mental. Kecantikan, di lain pihak, akan menjadi modal bagi pemiliknya. Anak yang tampan dari orang tua miskin dapat menarik perhatian orang lain dan mampu menonjolkan dirinya. Juga, kita dapat menemukan kasus orang dari latar belakang keluarga miskin dan tidak terkenal yang tumbuh menjadi populer seperti aktor atau aktris film atau ratu kecantikan.

Waktu dan tempat adalah faktor lain yang mempengaruhi bekerjanya kamma. Pada masa kelaparan atau pada masa perang, semua orang tanpa kecuali dipaksa untuk menderita nasib yang sama. Di sini kondisi yang kurang menguntungkan membuka kemungkinan kamma buruk bekerja. Kondisi yang menguntungkan, sebaliknya, akan mencegah bekerjanya kamma buruk.

Usaha atau kepandaian barangkali merupakan faktor terpenting dari semua faktor yang mempengaruhi bekerjanya kamma. Tanpa usaha, kemajuan duniawi dan spiritual tidak mungkin terjadi. Jika kita tidak berusaha untuk menyembuhkan penyakit kita, atau menyelamatkan diri kita sendiri dari kesulitan, atau berjuang dengan tekun untuk kemajuan, maka kamma buruk akan menemukan kesempatan yang cocok untuk mewujudkan efeknya. Bagaimanapun, jika kita berikhtiar untuk mengatasi kesulitan dan masalah, kamma baik kita akan datang menolong. Ketika kapal pecah di lautan dalam, Sang Bodhisatta, dalam salah satu kelahirannya, berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan ibunya yang sudah tua, sementara orang-orang lain berdoa kepada dewa dan menyerahkan nasib di tangan dewa. Hasilnya adalah Sang Bodhisatta selamat sementara yang lainnya tenggelam.

Jadi kerja kamma ditunjang atau dihalangi oleh kelahiran, kecantikan dan keburukan, waktu dan tempat, dan usaha pribadi atau kepandaian. Bagaimanapun, manusia dapat mengatasi efek langsung kamma dengan melakukan metode tertentu, tetapi mereka tidak terbebas sepenuhnya dari efek kamma semacam itu jika mereka tetap berada dalam Samsara-siklus kelahiran dan kematian. Kapan pun kesempatan muncul, efek kamma yang tertahan sementara, akan bekerja kembali. Ini adalah ketidakpastian kehidupan duniawi. Bahkan Sang Buddha dan Arahat juga dipengaruhi oleh kamma tertentu, walaupun mereka berada dalam kelahiran terakhir mereka.

Faktor waktu adalah aspek penting lainnya dari energi kamma bagi orang untuk mengalami efek baik dan buruk dari perbuatan sebelumnya. Orang mengalami efek baik dan buruk dari perbuatan sebelumnya. Orang mengalami efek kamma tertentu hanya dalam masa hidup saat ini sementara efek kamma tertentu lainnya menjadi efektif segera setelah kelahiran berikutnya. Dan efek kamma lainnya mengikuti si pelaku selama mereka tetap dalam roda kehidupan sampai mereka menghentikan tumimbal lahir setelah mencapai Nibbana. Alasan perbedaan ini disebabkan oleh dorongan mental (Javana-citta) pada saat suatu pikiran muncul untuk melakukan perbuatan baik atau buruk.

Energi yang Adil

Bagi mereka yang tidak percaya bahwa ada suatu energi yang disebut sebagai kamma, sebaiknya memahami bahwa energi kamma ini bukanlah produk agama tertentu walaupun Hinduisme, ajaran Buddha, dan Jainisme mengenal dan menjelaskan sifat energi ini. Ini adalah hukum universal yang tidak memiliki label keagamaan. Semua orang yang melanggar hukum ini harus menghadapi akibatnya, tanpa memandang kepercayaan agamanya, dan mereka yang hidup sesuai dengan hukum ini akan mengalami kedamaian dan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena itu, hukum kamma ini adil bagi setiap dan semua orang, apakah mereka mempercayainya atau tidak; apakah mereka memiliki agama atau tidak. Hal ini seperti hukum universal lainnya. kamma bukanlah milik eksklusif ajaran Buddha.

Jika kita memahami kamma sebagai suatu kekuatan atau bentuk energi, maka kita tidak dapat melihat suatu awal. Pertanyaan di manakah awal dari kamma adalah seperti pertanyaan di mana awal dari listrik. kamma, seperti listrik, tidak berawal. Kamma muncul di bawah kondisi tertentu. Secara sederhana, kita berkata bahwa asal kamma adalah kehendak namun hal ini sama sederhananya dengan berkata bahwa asal sebuah sungai adalah di puncak gunung.

Seperti gelombang samudera yang mengalir ke gelombang lainnya, satu unit kesadaran mengalir ke unit lainnya dan penggabungan satu pikiran kesadaran ke dalam lainnya disebut cara kerja kamma. Singkatnya, setiap makhluk hidup, menurut ajaran Buddha, adalah suatu arus listrik kehidupan yang bekerja pada tuas otomatis kamma. Kamma sebagai suatu bentuk energi tidak ditemukan di mana pun di iring-iringan kesadaran atau tubuh ini. Sama seperti buah mangga tidak disimpan di mana pun dalam pohon mangga tetapi, tergantung pada kondisi tertentu, buah mangga itu muncul, demikian juga kamma. Kamma itu seperti angin atau api. Ia tidak disimpan di mana pun di alam semesta, tetapi muncul pada kondisi tertentu.

Pengelompokan Kamma

Kamma dikelompokkan dalam empat cara berdasarkan:
  • Waktu munculnya akibat.
  • Fungsi-Kicca.
  • Prioritas akibat.
  • Tempat munculnya akibat.

Ada perbuatan moral dan amoral yang dapat membuahkan akibat dalam hidup saat ini juga. Hal itu disebut "Efektif Segera-Dittha Dhamma Vediniya Kamma". Jika akibat tidak muncul dalam hidup ini, disebut "Tidak Efektif-Ahosi".

Ada beberapa perbuatan yang dapat menghasilkan akibat dalam kehidupan berikutnya. Hal itu disebut "Efektif Setelahnya-Upapajja Vedaniya Kamma". Hal ini juga menjadi tidak efektif jika tidak muncul pada kelahiran kedua berikutnya.

Perbuatan-perbuatan yang dapat menghasilkan akibat pada kehidupan mana pun selama seseorang mengembara dalam Samsara, dikenal sebagai "Efektif Tak Tentu-Aparapariya Vedaniya Kamma".

Pengelompokan kamma di atas berdasarkan pada waktu munculnya akibat. Ada empat jenis kamma berdasarkan fungsi-Kicca.

Setiap kelahiran terkondisikan oleh kamma buruk dan baik masa lalu yang mendominasi pada saat kematian. Kamma yang mengkondisikan kelahiran berikutnya disebut "Reproduktif-Janaka Kamma".

Kamma lain dapat datang membantu atau mempertahankan perbuatan Kamma Reproduktif ini. Sama halnya seperti kamma ini yang cenderung untuk menunjang Kamma Reproduktif, perbuatan lain yang cenderung memperlemah, menghalangi pembuahan Kamma Reproduktif juga bisa datang. Perbuatan semacam itu berturut-turut disebut "Suportif-Upatthambhaka Kamma" dan "Obstruktif-Upapilaka Kamma".

Menurut hukum kamma, energi potensial Kamma Reproduktif dapat ditiadakan oleh kamma berlawanan yang lebih kuat dari masa lalu, yang karena sedang mencari kesempatan, dapat bekerja secara tak terduga, sama seperti suatu kekuatan berlawanan yang besar dapat menangkal anak panah yang melesat dan menghempaskannya ke tanah. Perbuatan semacam itu disebut "Destruktif-Upaghataka Kamma" yang lebih efektif dibandingkan Kamma Suportif dan Obstruktif dalam hal kamma ini bukan hanya menghambat tapi juga menghancurkan seluruh kekuatan.

Ada empat jenis kamma berdasarkan prioritas akibat. Yang pertama adalah Garuka, yang berarti berat atau serius. Kamma ini, baik atau buruk, pasti menghasilkan akibat dalam kehidupan ini atau berikutnya. Jika baik, hal itu sepenuhnya mental seperti dalam kasus Jhana-Kegembiraan. Jika tidak, hal itu berupa verbal atau tubuh. Lima jenis Kamma Berat adalah:
  • membunuh ibu;
  • membunuh ayah;
  • membunuh seorang Arahat;
  • melukai seorang Buddha; dan
  • menciptakan perpecahan dalam Sangha.

Skeptisisme Permanen-Niyata Micchaditthi juga disebut sebagai salah satu Kamma Berat. Dengan tidak adanya Kamma Berat untuk mengkondisikan kelahiran berikutnya, Kamma Menjelang Ajal-Asanna dapat bekerja. Ini adalah kamma yang diperbuat sesaat sebelum saat kematian.

Kebiasaan-Acinna Kamma adalah prioritas akibat berikutnya. Ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan, dikumpulkan, dan sangat digemari seseorang.

Yang keempat adalah Cadangan-Katatta Kamma yang meliputi perbuatan yang tidak termasuk ketiga jenis di atas. Kamma ini ibarat dana cadangan akan hal tertentu.

Pengelompokan terakhir adalah berdasarkan tempat munculnya akibat kamma, yaitu:
  • Kamma Buruk-Akusala, yang dapat berbuah di Alam Inderawi-Kamaloka.
  • Kamma Baik-Kusala, yang dapat berbuah di Alam Inderawi.
  • Kamma Baik, yang dapat berbuah di Alam Bentuk-Rupaloka.
  • Kamma Baik, yang dapat berbuah di Alam Tanpa Bentuk-Arupaloka.

Apakah Segala Sesuatu Disebabkan Kamma?

Walaupun ajaran Buddha menunjukkan ketidaksetaraan umat manusia sebagai salah satu akibat utama di antara berbagai hal, tetapi tidak menyatakan bahwa segala hal disebabkan oleh kamma.

Jika segala sesuatu disebabkan kamma, seseorang akan selalu buruk jika kamma-nya adalah menjadi buruk. Seseorang tidak akan perlu untuk berkonsultasi ke dokter untuk diobati penyakitnya, karena jika kamma-nya sedemikian, ia akan sembuh sendiri. Tentu bukan demikian yang dimaksud.

Mengapa Orang Jahat Senang Sedangkan Orang Baik Menderita?

Beberapa orang bertanya, "Jika kebaikan mendatangkan kebaikan dan kejahatan mendatangkan kejahatan, mengapa banyak orang baik harus menderita dan banyak orang jahat makmur di dunia ini?" Jawaban atas pertanyaan ini, menurut pandangan Buddhis, adalah bahwa sekalipun beberapa orang bersifat baik, mereka belum mengumpulkan jasa baik yang cukup dalam kelahiran sebelumnya untuk mengatasi efek kamma buruk dalam kehidupan saat ini; suatu saat pada masa silam mereka pasti ada beberapa kekurangan. Di lain pihak, beberapa orang bersifat jahat, tetapi dapat menikmati hidup ini karena beberapa kamma baik yang kuat yang mereka kumpulkan dalam kelahiran sebelumnya.

Sebagai contoh, ada orang tertentu yang secara alamiah mewarisi jasmani yang kuat dan sebagai hasilnya menikmati kesehatan sempurna. Daya tahan fisik mereka kuat dan karenanya tidak rentan terhadap penyakit. Walaupun mereka tidak mengikuti aturan-aturan khusus untuk menjalankan hidup yang higienis, mereka bisa tetap kuat dan sehat. Sebaliknya, ada orang lain yang mengkonsumsi berbagai obat kuat, vitamin, makanan bergizi untuk membentengi diri mereka, tapi di balik usaha mereka untuk menjadi kuat dan sehat, kesehatan mereka tidak menunjukkan perbaikan apa pun.

Secara umum, perbuatan baik dan buruk apa pun yang dilakukan orang dalam masa kehidupan ini, mereka pasti akan mengalami reaksinya dalam kehidupan ini atau yang akan datang. Tidaklah mungkin melepaskan diri dari akibat kamma hanya dengan berdoa, melainkan hanya dengan mengembangkan pikiran dan menjalankan hidup mulia.

Hal ini tidak berarti bahwa segala sesuatu yang kita derita atau nikmati hari ini sepenuhnya disebabkan perbuatan silam kita, yang kita sebut kamma, Sang Buddha berkata bahwa jika demikian, maka tidak akan ada gunanya menjalani kehidupan moral, karena kita hanyalah korban masa silam. Umat Buddha menyatakan bahwa walaupun hidup kita sudah terkondisi pada masa lampau, sepenuhnya ada di dalam diri kita untuk mengubah kondisi itu dan menciptakan kesejahteraan kita saat ini dan masa mendatang. Umat Buddha tidak menyerah pada nasib atau fatalisme sebagai satu-satunya penjelasan terhadap kondisi manusia.

Umat Buddha didorong untuk melakukan perbuatan baik bukan demi mendapat tempat di surga. Mereka diharapkan untuk berbuat baik untuk membasmi keegoisan dan supaya mengalami kedamaian dan kebahagiaan pada saat ini. Bila saat ini secara hati-hati dikendalikan, kesejahteraan masa depan akan terjamin.

"Bagi ia yang tidak ada pantai ini atau pantai lainnya, atau tidak keduanya, ia yang bebas dari kecemasan dan tak terikat. Ialah yang Kusebut orang suci."
(Dhammapada 385)

Sumber : Sri Dhammananda