Rabu, 27 Agustus 2008

Pencapaian Ke-Buddha-an

Pencapaian ke-Buddha-an adalah tugas tersulit yang bisa seseorang capai dalam hidup.

Ke-Buddha-an bukan hanya diperuntukkan bagi orang terpilih atau untuk makhluk adialami. Semua orang dapat menjadi Buddha. Ini adalah hal yang unik karena tidak ada pendiri agama lain manapun yang pernah berkata bahwa pengikutnya dapat memiliki kesempatan atau potensi untuk mencapai posisi yang sama seperti pendirinya.

Bagaimanapun, mencapai ke-Buddha-an adalah tugas tersulit yang dapat seseorang capai di dunia ini. Seseorang harus bekerja keras dengan mengorbankan kesenangan duniawinya. Seseorang harus mengembangkan dan memurnikan pikirannya dari semua pikiran jahat untuk mencapai Pencerahannya. Akan memerlukan kelahiran yang tidak terhitung bagi seseorang untuk memurnikan dirinya sendiri dan untuk mengembangkan pikirannya umtuk menjadi seorang Buddha. Usaha keras dalam masa yang panjang diperlukan untuk menyempurnakan kualifikasi pelatihan diri ini. Kursus pelatihan diri dengan ke-Buddha-an sebagai puncaknya, meliputi disiplin diri, penahanan diri, usaha yang luar biasa, keteguhan mantap, dan kemauan untuk menjalani berbagai penderitaan demi makhluk hidup lain di dunia ini.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa Sang Buddha tidak mencapai Pencerahan Tertinggi dengan hanya berdoa, memuja, atau membuat persembahan bagi makhluk adialami tertentu. Ia mencapai ke-Buddha-an dengan pemurnian pikiran-Nya. Ia mencapai Pencerahan Tertinggi tanpa dengan mengembangkan penglihatan-Nya sendiri. Jadi hanya orang yang memiliki keteguhan mantap dan keberanian untuk mangatasi semua rintangan, kelemahan, dan nafsu mementingkan diri sendiri, yang dapat mencapai ke-Buddha-an.

Pangeran Siddhattha tidak mencapai ke-Buddha-an dalam semalam hanya dengan duduk di bawah pohon Bodhi. Tidak ada makhluk adialami yang muncul atau mengungkapkan apapun dengan membisikkan ke telinga-Nya sementara Ia sedang bermeditasi mendalam di bawah pohon Bodhi. Di balik Pencerahan tertinggi-Nya, ada suatu sejarah panjang dari kelahiran-kelahiran sebelumnya. Banyak cerita Jataka memberitahu kita bagaimana Ia bekerja keras dengan mengorbankan hidup-Nya dalam banyak kelahiran sebelumnya untuk mencapai ke-Buddha-an. Tak seorang pun dapat mencapai ke-Buddha-an tanpa menekuni banyak kehidupan dengan melatih sepuluh kesempurnaan atau Parami. Panjangnya periode waktu yang diperlukan untuk mengembangkan sepuluh kesempurnaan ini menjelaskan mengapa seorang Buddha Tertinggi hanya muncul dalam kurun waktu yang sangat lama.

Karena itu, nasihat Sang Buddha kepada pengikut-Nya adalah bahwa untuk menemukan keselamatan, tidaklah perlu bagi setiap dan semua orang untuk menunggu sampai ia mencapai ke-Buddha-an. Keselamatan dapat tercapai dengan menjadi Pacceka Buddha (Buddha Diam) atau Arahat (Orang yang Tersempurnakan). Pacceka Buddha muncul di dunia ini pada masa di mana tidak ada Buddha Tertinggi. Mereka juga Tercerahkan. Walaupun tingkat kesempurnaan mereka tidak sama dengan Buddha Tertinggi, mereka mengalami kebahagian Nibbana yang sama. Tidak seperti Buddha Tertinggi, mereka tidak membabarkan ajaran. Mereka menjalani hidup sendirian.

Arahat juga dapat mengalami kebahagian Nibbana yang sama seperti yang dialami para Buddha. Tidak ada diskriminasi atau status dalam keadaan Nibbana. Satu-satunya perbedaan hanyalah bahwa para arahat tidak memiliki Pencerahan Tertinggi untuk dapat mengajarkan Pencerahan pada orang lain dengan cara yang sama seperti para Buddha. Arahat telah mengatasi semua nafsu dan kelemahan manusiawi lainnya. Mereka dapat menghargai Dhamma yang ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha.

"Kiccho Buddhanam Uppado."
Jarang, munculnya para Buddha.
(Dhammapada 182)

Sumber : Sri Dhammananda

Mengapa Kita Bernaung Kepada Buddha?

Umat Buddha bernaung kepada Buddha untuk memperoleh inspirasi dan pemahaman benar untuk pemurnian diri, untuk memperkuat keyakinan akan Sang Buddha, dan untuk mengingat Sang Buddha dalam pikiran mereka.

Umat Buddha tidak bernaung kepada Buddha dengan kepercayaan bahwa Ia adalah Tuhan atau anak Tuhan. Sang Buddha tidak pernah menyatakan keilahian apa pun. Ia adalah Yang Tercerahkan, Yang Welas Asih, Yang Bijaksana, dan Yang Ariya yang pernah hidup di dunia ini. Orang bernaung kepada Buddha sebagai seorang guru yang telah menunjukkan jalan pembebasan sejati. Mereka menghormati-Nya untuk menunjukkan rasa terima kasih dan hormat, tetapi mereka tidak meminta pertolongan meterial. umat Buddha tidak berdoa pada Sang Buddha dengan berpikir bahwa Ia adalah Tuhan yang akan menghadiahi mereka atau menghukum mereka. Mereka menguncarkan ayat atau Sutta bukan untuk memohon, tetapi untuk mengingat nilai-nilai luhur dan sifat-sifat baik-Nya untuk mendapat inspirasi dan bimbingan bagi mereka sendiri dan mengembangkan kepercayaan diri untuk mengikuti ajaran-Nya sehingga mereka juga bisa menjadi seperti-Nya. Ada kritik yang mengecam sikap bernaung kepada Sang Buddha semacam ini. Mereka tidak mengetahui arti sebenarnya dari konsep bernaung dan menghormati seorang guru religius besar. Mereka hanya telah belajar tentang berdoa yang merupakan satu-satunya hal yang dilakukan orang dalam nama agama. Jika seorang umat Buddha mencari pernaungan, hal itu berarti mereka menerima Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha sebagai cara untuk memusnahkan semua penyebab ketakutan dan gangguan mental lainnya. Banyak orang, khususnya mereka dengan kepercayaan animisme, mencari perlindungan pada objek-objek tertentu di sekitar mereka yang mereka percayai dihuni roh-roh. Umat Buddha, bagaimanapun tahu bahwa satu-satunya pernaungan yang dapat mereka peroleh adalah melalui pemahaman sempurna akan sifat mereka sendiri dan menghapuskan naluri dasar mereka. Untuk melakukan hal ini, mereka meyakini ajaran Buddha dan jalan-Nya, karena ini satu-satunya cara menuju pembebasan sejati dan kebebasan dari penderitaan.

Sang Buddha menasihatkan sia-sianya berlindung pada bukit, kayu, belukar, pohon, dan kuil yang angker. Tidak ada pernaungan semacam itu yang aman, tidak ada perlindungan semacam itu yang tertinggi. tidak dengan mengambil perlindungan semacam itu orang bebas dari semua penyakit. Orang yang berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha melihat dengan pengetahuan benar tentang Empat Kebenaran Ariya-penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan Jalan Ariya Beruas Delapan yang menuju pada akhir penderitaan. Hal ini tentu saja merupakan perlindungan yang aman. Dengan mencari perlindungan semacam itu, seorang terbebaskan dari semua Penderitaan. (Dhammapada 188-192)

Dalam Dhajagga Sutta, disebutkan bahwa dengan berlindung dalam Sakka, raja para dewa atau dewa apa pun, para pengikut tidak akan bebas dari semua masalah duniawi dan ketakutan mereka. Alasannya adalah, dewa semacam itu sendiri tidak bebas dari nafsu, kebencian, ilusi, dan ketakutan, tetapi Sang Buddha, Dhamma, Dan Sangha bebas dari hal-hal itu. Hanya mereka yang bebas dari ketidakpuasan dapat menunjukkan jalan menuju kebahagian abadi.

Francis Story, seorang pelajar Buddhis terkenal, memberikan pandangannya tentang mencari pernaungan kepada Buddha. "Aku bernaung kepada Buddha. Aku mencari kehadiran Guru Agung yang dengan welas asih-Nya aku dapat terbimbing melalui arus Samsara, dengan raut muka ketenangan-Nya aku dapat terangkat dari lumpur pikiran dan nafsu duniawi, melihat dengan sangat pasti kedamaian Nibbana, yang dicapai-Nya sendiri. Dalam kesedihan dan kesakitan aku berpaling kepada-Nya dan dalam kebahagiaanku aku mencari pandangan tenang-Nya. Aku bukan hanya menaruh bunga dan dupa di hadapan citra-Nya, tetapi juga nyala hatiku yang gelisah, agar dipadamkan dan ditenagkan. Aku meletakkan beban kesombongan dan keegoisanku, beban berat perhatian dan cita-citaku, beban letih dari kelahiran dan kematian yang tak kunjung henti ini."

Sri Rama Chandra Bharati, seorang penyair India, memberikan penjelasan penuh arti lainnya tentang bernaung kepada Buddha.

"Aku tidak mencari pernaunganmu demi perolehan,
Bukan karena takut padamu, bukan juga karena cinta akan ketenaran,
Bukan karena kau yang tertinggi di dunia matahari,
Bukan demi mendapatkan banyak pengetahuan,
Tetapi ditarik oleh kekuatan cinta tanpa batas,
Dan kesadaran tiada banding yang mencakup semua,
Lautan Samsara yang luas aman untuk diseberangi,
Aku membungkuk dalam, O Tuan, dan menjadi pengikut-Mu."

Beberapa orang berkata bahwa karena Sang Buddha hanyalah seorang manusia, maka tidak ada artinya bernaung kepada-Nya. Tetapi mereka tidak tahu bahwa walaupun Sang Buddha dengan sangat jelas berkata bahwa Ia adalah manusia, Ia bukanlah manusia biasa seperti kita. Ia adalah seorang suci yang luar biasa dan tiada banding yang memiliki Pencerahan Tertinggi dan welas asih yang besar terhadap semua makhluk hidup. Ia adalah seorang manusia yang bebas dari semua kelemahan, kekotoran, dan bahkan dari emosi manusia biasa. Telah dikatakan tentang Dia, "Tidak sedikitpun kehinaan dalam diri Sang Buddha, tidak seorang pun yang semulia Sang Buddha." Dalam Sang Buddha terwujud semua nilai-nilai luhur kesucian, kebijaksanaan, dan Pencerahan.

Pertanyaan lain yang sangat sering diajukan adalah: "Jika Sang Buddha bukanlah Tuhan, jika Ia tidak hidup di dunia saat ini, bagaimana Ia dapat memberkahi orang?" Menurut Sang Buddha, jika orang mengikuti nasihat-Nya dengan menjalankan kehidupan religius, mereka tentu akan menerima berkah. Berkah dalam ajaran Buddha berarti kegembiraan yang kita alami jika kita mengembangkan kepercayaan diri dan rasa kecukupan. Sang Buddha pernah berkata, "Jika seseorang ingin bertemu Aku, ia harus mencari dalam ajaran-Ku dan mempraktikkannya" (Samyutta Nikaya). Mereka yang memahami ajaran-Nya dengan mudah melihat sifat sejati Sang Buddha tergambar dalam diri mereka sendiri. Citra Sang Buddha yang mereka pelihara dalam pikiran mereka lebih nyata daripada citra yang mereka lihat di atas altar, yang semata-mata simbol. Mereka yang hidup sesuai dengan Dhamma itu sendiri (Theragatha). Seseorang hidup melalui Dhamma tidak akan takut dan hidup secara harmonis.

Dalam agama lain orang memuja Tuhan mereka dengan memohon sesuatu dianugerahkan pada mereka. Umat Buddha tidak memuja Sang Buddha untuk meminta permohonan duniawi, tetapi mereka menghormati-Nya untuk pencapaian tertinggi-Nya, Jika umat Buddha menghormati Sang Buddha, mereka secara tidak langsung mengangkat pikiran mereka sendiri sehingga suatu hari mereka juga dapat mencapai Pencerahan yang sama untuk melayani semua makhluk. Karena Sang Buddha pernah jadi seorang manusia, pengalaman dan pencapaian-Nya ada dalam jangkauan semua manusia. Ajaran Buddha itu untuk kita semua, dan tentunya tidak berada di luar kemampuan kita sebagai makhluk hidup biasa.

Umat Buddha menghormati Sang Buddha sebagai guru mereka. Bagaimanapun, rasa hormat ini tidak berarti kemelekatan atau ketergantungan pada guru tersebut. Jenis hormat ini sesuai dengan ajaran-Nya sendiri sebagai berikut:

"Bhikkhu, sekalipun jika seorang bhikkhu memegang ujung jubah-Ku dan berjalan dekat di belakangku, langkah demi langkah, tetapi jika ia iri hati, sangat melekat dengan kesenangan inderawi, dengki dalam pikiran, berpikir dan bertujuan tidak jujur, beringatan salah, tidak memperhatikan dan tidak kontemplatif, berotak kacau, kemampuan inderanya tak terkendali, maka ia jauh dari-Ku dan Aku jauh darinya."

"Bhikkhu, sekalipun jika bhikkhu itu berada seratus mil jauhnya, tetapi ia tidak iri hati, tidak melekat pada kesenagan inderawi, tidak dengki dalam pikiran, tidak berpikiran dan bertujuan tidak jujur, kokoh dalam ingatan, penuh perhatian, kontemplatif, pikirannya terpusat, kemampuan inderawinya terkendali, maka ia dekat dengan-Ku dan Aku dekat dengannya."

(Samyutta Nikaya)

Sumber : Sri Dhammananda

Jumat, 22 Agustus 2008

Apakah Ajaran Buddha Itu?

Semua agama lain menyatakan berasal dari surga dan diturunkan ke bumi. Ajaran Buddha berasal dari pikiran yang tercerahkan di bumi ini dan menembus surga.

Apakah ajaran Buddha itu? Pertanyaan ini telah membingungkan banyak orang yang sering bertanya-yanya apakah ajaran Buddha adalah suatu filosofi, agama, atau jalan hidup. Jawaban yang sederhana adalah ajaran Buddha terlalu luas dan terlalu dalam untuk ditempatkan dengan rapi di dalam satu kategori biasa. Tentu saja ajaran Buddha mencakup filosofi, agama, dan jalan hidup. Tetapi ajaran Buddha lebih dari kategori-kategori itu.

Kategori atau label yang diberikan kepada ajaran Buddha ibarat papan penunjuk untuk memberi tahu apa yang ada. Jika kita membandingkan ajaran Buddha dengan toko obat, jelaslah bahwa papan penunjuk toko obat tidak akan menyembuhkan seseorang dari penyakitnya. Anda minum obat yang manjur untuk menyembuhkan diri Anda tanpa terikat pada label obat tersebut. Demikian juga, jika ajaran Buddha itu manjur, maka gunakanlah dan jangan perhatikan label atau papan penunjuknya. Ajaran Buddha tidak bisa dipaksakan ke dalam kategori mana pun atau membatasinya di bawah papan penunjuk apa pun.

Orang-orang dari berbagai zaman dan tempat telah memberi beraneka label dan interpretasi pada ajaran Buddha. Bagi sebagian orang, ajaran Buddha mungkin hanya tampak sebagai kumpulan praktik takhyul. Bagi kelompok orang lainnya, ajaran Buddha mungkin suatu label yang bagus untuk digunakan demi keuntungan sementara. Bagi kelompok lain, ajaran Buddha itu kuno. Tetapi bagi kelompok lain, ajaran Buddha sebagai suatu sistem berpikir untuk kaum cendikiawan saja. Bagi sebagian orang lainnya, ajaran Buddha adalah penemuan ilmiah. bagi umat Buddha yang taat dan bajik, ajaran Buddha berarti seluruh hidupnya, pemenuhan semua cita-cita material dan spiritualnya; dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa ajaran Buddha adalah jalan hidup mulia.

Sebagian kaum cendikiawan mamandang ajaran Buddha sebagai produk lingkungan India atau hasil pengembangan ajaran agama lain di India. Anggapan ini tidak sepenuhnya tepat. Ajaran Buddha tidak lain adalah kebenaran mulia. Ajaran Buddha adalah pendekatan intelektual terhadap kenyataan. Penyadaran Sang Buddha akan masalah universal tidak datang melalui proses intelektual atau rasional saja, tetapi melalui pengembangan dan pemurnian mental. Sikap intelektual mengingatkan pada perilaku ilmiah, tentunya hal ini membuat Sang Buddha benar-benar unik di antara guru-guru religius sepanjang masa. tentu saja tingginya standar intelektual dan etika yang berlaku pada masa itu di India merupakan kondisi awal bagi bangkitnya kembali cahaya Dhamma dari kegelapan. Ribuan tahun perkembangan religius dan filosofis di tanah India telah meninggalkan timbunan gagasan yang kaya dan subur yang membentuk lingkungan paling memadai bagi benih Dhamma tumbuh subur. Yunani, Cina, Mesir, dan Babilonia, karena pikiran angkuh mereka, tidak mencapai kualitas visi yang sama dengan guru-guru yang tinggal di hutan dan gunung India. Benih Pencerahan yang telah dilahirkan, seperti benih bersayap dari ladang yang jauh, dari dunia di luar angkasa dan waktu yang jauh tak terbatas dari masa kita-benih Pencerahan ini tumbuh dan berkembang di sudut timur laut India. Benih Pencerahan ini terwujud penuh dalam pengalaman seseorang, Buddha Gotama. Cikal bakal dari ajaran Buddha adalah pengalaman yang disebut 'Pencerahan' ini. Dengan pengalaman Pencerahan ini, Sang Buddha memulai ajaran-Nya, tidak dengan kepercayaan dogmatik atau misteri apa pun, tetapi dengan pengalaman yang sahih, yang Ia berikan kepada dunia sebagai kebenaran universal. Karena itu, defini sebenarnya dari ajaran Buddha adalah 'Kebenaran Ariya'. Ingat bahwa Sang Buddha tidak mengajar dari teori. Ia selalu mengajar dari sudut praktis berdasarkan pemahaman-Nya, Pencerahan-Nya, dan penyadaran-Nya akan kebenaran. Ia terus-menerus mendorong pengikut-Nya untuk melihat 'sesuatu sebagaimana adanya'.

Ajaran Buddha dimulai dengan pemahaman besar yang menjelma lebih dari 2.500 tahun yang lalu dalam diri Siddhattha Gotama. Ketika Sang Buddha memperkenalkan ajaran-Nya, niat-Nya bukanlah untuk membangun konsep diri dalam pikiran manusia dan menciptakan lebih banyak nafsu akan hidup abadi dan kesenangan inderawi. Melainkan, niat-Nya adalah untuk menunjukkan kesia-siaan hidup keduniawian dan menunjukkan jalan praktis yang benar menuju keselamatan yang ditemukan-Nya.

Ajaran Buddha yang murni menyingkap dengan tajam sifat sejati dari kehidupan dan dunia. Bagaimanapun, harus dibedakan antara Buddha yang original (sering disebut Dhamma atau Kata-kata Sang Buddha) dan agama yang berkembang berdasarkan ajaran-Nya, yang umum disebut 'ajaran Buddha'.

Ajaran Buddha tidak hanya mengawali suatu agama, tetapi menginspirasi mekarnya seluruh peradaban. Ajaran ini menjadi suatu kekuatan besar peradaban yang bergerak dalam sejarah banyak budaya dan bangsa. Memang, ajaran Buddha telah menjadi salah satu peradaban terbesar yang dikenal dunia. Ajaran Buddha memiliki sejarah mengagumkan tentang pencapaian dalam bidang literatur, seni, filosofi, psikologi, etika, arsitektur, dan budaya. Selama berabad-abad, tak terhitung banyaknya lembaga pendidikan sosial didirikan di berbagai negara yang diperuntukkan bagi ajaran Buddha. Sejarah ajaran Buddha ditulis dalam tinta emas persaudaraan dan niat baik. Jalan hidup dan praktik umat Buddha berubah menjadi jalan hidup religius yang rasional, ilmiah, dan praktis untuk pengembangan spiritual semenjak hari Sang Buddha membabarkan ajaran-Nya dan menunjukkan tujuan dan arti sebenarnya dari hidup dan agama. Semua ini karena orang memiliki kesempatan untuk membuka pikiran mereka dengan bebas.

Sumber : Sri Dhammananda

Apakah Buddha Adalah Titisan Tuhan?


Sang Buddha tidak pernah menyatakan bahwa Ia adalah anak Tuhan atau pembawa pesan dari Tuhan mana pun

Sang Buddha adalah manusia unik yang telah mencapai Pencerahan atas usaha sendiri. Ia tidak memiliki seorang pun yang dapat dianggap sebagai guru-Nya . Melalui usaha-Nya sendiri, Ia mempraktikkan kesempurnaan sepuluh Parami-kualitas tertinggi tentang kemurahan hati, moralitas, ketidakmelekatan, kebijaksanaan, semangat, kesabaran,kejujuran, keteguhan tekad, cinta kasih, dan keseimbangan batin. Melalui pemurnian batin-Nya, Ia membuka pintu ke segala pengetahuan. Ia mengetahui semua hal untuk diketahui, melatih semua hal untuk dilatih, dan menghancurkan semua hal untuk dihancurkan. Memang, sulit untuk membandingkan guru agama lain dengan-Nya dalam hal pengembangan pikiran, kemurnian mental, dan kebijaksanaan tertinggi.

Ia sangat istimewa dan pesan-Nya sangat menggemparkan, sehingga banyak orang bertanya kepada-Nya: "Apakah Dia" (bukannya Siapakah Dia). Pertanyaan "Siapakah Dia?" akan berkenaan dengan nama, asal, keturunan, dan lain-lain, sedangkan "Apakah Dia?" mengacu pada jenis makhluk asal-Nya. Ia sangat 'ilahi' dan mengilhami, bahkan pada masa hidup-Nya, banyak upaya untuk merujuk-Nya sebagai seorang dewa atau titisan dewa. Ia tidak pernah setuju untuk dianggap demikian. Dalam Anguttara Nikaya, Ia berkata: "Saya bukanlah seorang dewa ataupun makhluk halus lainnya, juga bukan manusia pada umumnya. Ketahuilah bahwa aku adalah Buddha, yang Tersadarkan." Setelah Pencerahan, Sang Buddha tidak lagi bisa digolongkan bahkan sebagai seorang manussa atau orang biasa. Ia tergolong wangsa Buddha, suatu kelas khusus dari makhluk-makhluk tercerahkan, yang semuanya adalah para Buddha.

Para Buddha muncul di dunia ini dari waktu ke waktu. tetapi beberapa orang memiliki gagasan yang keliru bahwa itu adalah Buddha yang sama yang reinkarnasi atau muncul di dunia berkali-kali. sebenarnya mereka bukan makhluk yang sama, karena jika demikian berarti tidak ada tempat bagi orang lain untuk mencapai ke-Buddha-an. Umat Buddha yakin bahwa semua orang dapat menjadi Buddha jika ia mengembangkan sifat-sifatnya menuju kesempurnaan dan mampu menyingkirkan ketidaktahuannya secara tuntas melalui usahanya sendiri. Setelah Pencerahan, tentu saja semua Buddha sama dalam pencapaian dan pengalaman-Nya akan Nibbana.

Di India, pengikut kelompok agama ortodoks mencoba mengecam Sang Buddha karena ajaran-Nya yang liberal dan rasional yang merombak masyarakat India pada saat itu. Banyak orang menganggap-Nya sebagai musuh karena ajaran-Nya bertentangan dengan tradisi agama kuno mereka; namun banyak kaum cendikiawan dan masyarakat dari berbagai kalangan sosial berangsur mengikuti dan menerima ajaran-Nya. Ketika mereka gagal dalam upaya mengalahkan-Nya, beberapa memakai strategi sebaliknya dengan mengenalkan Dia sebagai reinkarnasi dari salah satu dewa mereka. Dengan jalan ini mereka dapat menyerap ajaran Buddha ke dalam agama mereka. Dalam satu hal, strategi ini berhasil di India karena hal ini, abad demi abad, telah mengakibatkan perpecahan dan tumbangnya ajaran Buddha dari tanah asalnya.

Bahkan hari ini ada kelompok agamis tertentu yang mencoba untuk menyerap Sang Buddha ke dalam kepercayaannya sebagai suatu cara untuk mengajak umat Buddha ke dalam kepercayaannya sebagai suatu cara untuk mengajak umat Buddha pindah ke agama mereka. Dasar mereka melakukan hal itu adalah dengan menyatakan bahwa Sang Buddha sendiri telah menubuatkan bahwa Buddha lain akan muncul di dunia ini, dan bahwa Buddha yang terakhir bahkan akan lebih populer. Sebuah kelompok bahkan menyatakan bahwa guru religius yang hidup 600 tahun setelah Sang Buddha Gotama adalah Buddha yang terakhir. Kelompok lain berkata bahwa Buddha berikutnya telah datang di Jepang pada abad ke-13. Kelompok lain percaya bahwa pendiri mereka datang dari rantai guru-guru besar (seperti Gotama dan Yesus). Kelompok-kelompok ini menyarankan umat Buddha untuk melepaskan Buddha mereka yang 'lama' dan mengikuti Buddha yang 'baru'. Di satu sisi, adalah baik mereka memberi Sang Buddha status yang sama seperti guru-guru religius mereka sendiri, Di lain hal, kami merasa bahwa usaha-usaha untuk menyerap umat Buddha ke dalam kepercayaan lain dengan menyalah-gambarkan kebenaran adalah hal yang sangat buruk.

Mereka yang menyatakan bahwa Buddha yang baru telah datang jelas-jelas salah menggambarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha. Walaupun Sang Buddha meramalkan kedatangan Buddha berikutnya, Ia menyebutkan beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum hal ini dimungkinkan. Buddha berikutnya tidak akan muncul selama karya Buddha saat ini masih ada. Ia akan muncul hanya jika Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan telah dilupakan orang sama sekali. Orang-orang yang hidup jadi harus dipandu dengan benar untuk memahami Kebenaran yang sama dengan yang diajarkan Buddha sebelumnya. Kita masih hidup di dalam karya Sang Buddha Gotama. Sekalipun tindakan moral masyarakat, dengan sangat sedikit perkecualian, telah menyimpang, Buddha mendatang hanya akan muncul setelah periode yang tidak terhitung, bilamana Jalan menuju Nibbana telah benar-benar lenyap dari umat manusia dan ketika orang telah siap untuk menerima-Nya.

Sebagian orang telah mulai mendirikan arca Buddha masa depan dan mulai memuja dan berdoa hanya karena kepercayaan terhadap itu. Mereka membentuk citra dan ciri Buddha tersebut berdasarkan imajinasi mereka sendiri.

Sumber : Sri Dhammananda

Rabu, 20 Agustus 2008

Pelayanan Sang Buddha

Sang Buddha terlahir untuk menghalau kegelapan ketidaktahuan dan menunjukkan kepada dunia bagaimana cara bebas dari penderitaan.

Sang Buddha adalah perwujudan dari semua kebajikan yang diajarkan-Nya. Selama 45 tahun pengajaran-Nya yang sukses, Ia menerjemahkan semua kata-kata-Nya dalam perbuatan. Tidak pernah Ia menampakkan kelemahan manusia atau nafsu apa pun. Kode moral Sang Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia.

Selama lebih dari 25 abad, jutaan orang telah menemukan inspirasi dan penghiburan dalam ajaran-Nya. Kebesaran-Nya tetap bersinar hari ini bak mentari yang melebihi sumber cahaya yang lebih kecil. Ajaran-Nya masih memberi petunjuk bagi pengembara yang mencari keamanan dan kedamaian Nibbana. Tidak ada orang lain yang telah mengorbankan begitu banyak kenyamanan duniawinya demi umat manusia yang menderita.

Sang Buddha adalah pemimpin religius pertama dalam sejarah manusia yang menegur pengorbanan hewan untuk alasan apapun dan menganjurkan orang untuk tidak menyakiti makhluk hidup apapun.

Bagi Sang Buddha, agama bukanlah suatu perjanjian kontrak antara suatu makhluk surgawi dengan manusia, melainkan suatu jalan menuju Pencerahan. Ia tidak menginginkan pengikut dengan iman membuta; Ia menginginkan pengikut yang dapat berpikir dengan bebas dan bijaksana serta berjung demi keselamatan mereka sendiri.

Seluruh umat manusia telah teranugerahi dengan keberadaan-Nya. Tidak pernah ada kejadian di mana Sang Buddha mengekspresikan ketidakramahan terhadap seorangpun. Bahkan tidak juga terhadap lawan-lawan-Nya dan musuh terburuk-Nya. Ada beberapa yang berprasangka buruk, menentang Sang Buddha, dan mencoba membunuh-Nya; tetapi Sang Buddha tidak pernah memperlakukan mereka sebagai musuh. Sang Buddha pernah berkata, "Seperti seekor gajah di medan perang menahan panah-panah yang ditembakkan kepadanya, demikianlah Saya akan menahan prasangka buruk dan ungkapan tidak menyenangkan dari orang lain (Dhammapada 320)

Sepanjang tahun-tahun sejarah, tak seorang pun yang dicatat telah mengabdikan dirinya sendiri untuk kesejahteraan semua makhluk hidup seperti halnya Sang Buddha. Dari saat Pencerahan-Nya sampai akhir hidup-Nya, Ia hanya tidur dua jam sehari. Walaupun 25 abad telah berlalu sejak wafatnya guru besar ini, pesan-Nya tentang cinta kasih dan kebijaksanaan tetap ada secara murni. Pesan ini tetap secara menyakinkan mempengaruhi nasib umat manusia. Ia adalah Yang Paling Belas Kasih, yang menyinari dunia ini dengan kebaikan kasih.

Setelah mencapai Nibbana, Sang Buddha meninggalkan pesan yang tetap ada bersama kita. Hari ini kita menghadapi ancaman buruk akan kedamaian dunia. Tidak ada masa dalam sejarah dunia di mana pesan-Nya lebih dibutuhkan seperti sekarang.

Menurut beberapa kepercayaan lain, suatu dewa tertentu akan muncul di dunia ini dari waktu ke waktu untuk menghancurkan orang jahat dan melindungi orang baik. Buddha tidak muncul di dunia ini untuk menghancurkan orang jahat, tetapi untuk menunjukkan kepada mereka jalan yang benar.

Dalam sejarah dunia, pernahkah kita mendengarkan tentang guru religius mana pun yang sangat dipenuhi belah kasih dan cinta kasih bagi penderitaan manusia seperti halnya Sang Buddha? Pada masa yang hampir sama dengan Sang Buddha kita mendengar tentang beberapa orang bijak di Yunani: Socratos, Plato, Aristoteles, dan banyak lainnya, tetapi mereka hanyalah filsuf, pemikir hebat, dan pencari kebenaran; mereka kurang memiliki inspirasi cinta kasih terhadap penderitaan orang.

Cara Sang Buddha menyelamatkan umat manusia adalah dengan mengajarkan mereka bagaimana menemukan kebebasan mutlak dari penderitaan fisik dan mental. Ia tidak tertarik dengan meredakan sedikit kasus tekanan mental atau fisik. Ia lebih memperhatikan pengungkapan Jalan yang dapat diikuti semua orang.

Mari kita mengambil semua filsuf besar, psikolog, pemikir, ilmuwan, rasionalis, pekerja sosial, pembaharu, dan guru-guru religius lainnya dan membandingkan- tanpaprasangka apa pun- kebesaran, kebajikan, pelayanan, dan kebijaksanaan mereka dengan kebajikan, kasih, dan Pencerahan Sang Buddha. Tidak sulit untuk melihat di mana Sang Buddha berada di antara para orang besar itu.

Sumber : Sri Dhammananda

Sifat Sang Buddha

Cahaya Dunia

Pemahaman adalah hal yang untuk dipahami;
Latihan adalah hal yang untuk dilatih;
Yang dikikis adalah hal yang untuk dikikis;
Karena itu Brahmin, Saya adalah Buddha.
(Sutta Nipata)

"Selama, Saudara, bulan dan matahari belum terbit di dunia, selama tidak ada pancaran cahaya besar menerangi. Ada kegelapan besar, kegelapan dari ketidaktahuan. Malam tidak dapat dibedakan dari siang, bulan purnama tiada beda dengan bulan sabit, jua musim tiada beda dengan satu sama lain."

"Tetapi, Saudara, jika bulan dan matahari terbit di dunia, maka pancaran cahaya besar menerangi. Tiada lagi kegelapan, kegelapan dari ketidaktahuan. Adalah siang dan malam, bulan purnama dan bulan sabit, jua musim-musim dalam tahun."

"Hanya demikian, Saudara, selama seorang Buddha, yang merupakan seorang ariya, Buddha Tertinggi, tidak bangkit, takkan ada pancaran cahaya besar menerangi. Hanyalah kegelapan, kegelapan dari ketidaktahuan. Tiada pembabaran, tiada ajaran, tiada peunjuk, tiada pegangan, tiada pengungkapan, tiada penelaahan, tiada penjelasan Empat Kebenaran Ariya."

"Empat apa? Kebenaran Ariya tentang Penderitaan, Timbulnya Penderitaan, Berakhirnya Penderitaan, dan Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan."

"Di mana, Saudara, engkau bekerja keras untuk menyadari: 'Ini adalah Penderitaan; ini adalah Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan.'"

Kata-kata diatas memberi kita gambaran yang jelas tentang nilai luhur dari munculnya sesosok Buddha di dunia. Sang Buddha muncul pada masa di mana filosofi Barat dikembangkan oleh bangsa Yunani, dipimpin oleh Heraclites yang mengenalkan penafsiran baru pada agama dewa-dewa Olympus. Itu juga masa ketika Jeremiah membawa pesan baru bagi orang Yahudi di Babylon. Itu adalah masa ketika Pythagoras memperkenalkan doktrin reinkarnasi di Yunani. Itu adalah masa ketika Confucius membangun ajaran etika di Cina. Itu adalah masa ketika struktur sosial di India keropos karena dominasi kaum Brahmin, penyiksaan diri, perbedaan kasta, feodalisme yang korup, dan pelecehan wanita. Pada masa itulah, Sang Buddha, bunga paling semerbak dari ras manusia, muncul di tanah di mana para suci dan guru mencurahkan hidup untuk pencarian Kebenaran.

Sang Buddha adalah orang besar yang mempunyai pengaruh luar biasa terhadap orang lain bahkan selama masa hidup-Nya. Daya tarik pribadi-Nya, kewibawaan-Nya, dan kepercayaan diri-Nya, membuat-Nya seorang sukses yang tersohor. Sebagai seorang Guru, Sang Buddha mencerahkan banyak orang. Ia menarik kalangan atas dan bawah, kaya dan miskin, berpendidikan dan buta huruf, pria dan wanita, perumah tangga dan petapa, yang mulia dan yang biasa. Ia pergi mencari orang jahat untuk dinasehati, sementara orang yang berbudi luhur datang mencari-Nya untuk belajar. Kepada semuanya, Ia memberi hadiah Kebanaran yang telah Ia temukan. Murid-murid-Nya adalah para raja dan tentara, pedagang dan jutawan, pengemis, pelacur, agamawan, penjahat, dan orang sesat, Ia mencerahkan mereka. Jika mereka terbakar oleh kemarahan dan nafsu, Ia menyejukkan mereka dengan air Kebenaran. Jika mereka tertekan dan sedih, Ia menyinari mereka dengan cinta tanpa batas dari belas kasih-Nya. Semua adalah satu dimata Sang Buddha.

Ia adalah Lokavidu 'Yang Mengetahui Dunia'. Karena Ia sendiri telah mengalami hidup penuh kemewahan, Ia sungguh mengetahui segala sifat ilusi dunia. Ia tahu bahwa dunia tidak bisa sepenuhnya membahagiakan manusia. Ia tahu tentang sifat kondisi duniawi. Ia menyadari kefanaan kehidupan duniawi. ia tahu sia-sianya khayalan atau lamunan manusia akan dunia.

Ia tidak mengajarkan khayalan duniawi. Ia tidak berupaya mencetak ulang dunia. Melainkan, Ia mengajarkan Jalan dengan mana seseorang dapat menaklukkan dunianya sendiri-dunia subjektif internal yang merupakan privasi setiap pribadi. Dalam bahasa sederhana, Ia memberi tahu kita bahwa seluruh dunia ada di dalam diri kita dan dunia dipimpin oleh pikiran dan bahwa pikiran itu harus dilatih dan dibersihkan dengan benar. Dunia materi eksternal bisa dikendalikan dan dihentikan dalam menciptakan derita jika dunia dalam diri kita terkendali.

Ajaran-Nya pada dasarnya sederhana dan penuh arti. "Tidak berbuat kejahatan; melakukan kebaikan; menyucikan pikiran. Inilah ajaran para Buddha." (Dhammapada 183)

Ia mengajar orang bagaimana membasmi ketidaktahuan. Ia mendorong mereka untuk memelihara pikiran untuk berpikir secara bebas. Setiap kata dan tindakan-Nya selalu teruji, Ia membuktikan diri-Nya sebagai orang yang sangat unggul pada masa hidup-Nya. Ia menyerukan pentingnya pelayanan dan pencapaian. Ia menyarankan kita untuk memulai setiap hari seolah-olah hari itu adalah permulaan kehidupan. Kita tidak semestinya membuang waktu dan tenaga untuk mencari-cari awal kehidupan. Kita sebaiknya memenuhi tanggung jawab dan tugas sehari-hari, di sini dan sekarang juga, tanpa tergantung pada orang lain untuk melakukannya bagi kita. Dengan kata lain, Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengandalkan diri sendiri.

Ia memberi umat manusia suatu penjelasan baru tentang alam semesta. Ia memberi suatu visi baru tentang kebahagiaan abadi, pencapaian kesempurnaan dalam ke-Buddha--an. Ia menunjukkan jalan menuju suatu keberadaan kekal yang melampaui segala ketidak-kekalan, jalan menuju Nibbana, pembebasan akhir dari kesengsaraan hidup.

Masa kehidupan-Nya sudah lebih dari 2.500 tahun yang lampau. Namun, bahkan sampai hari ini guru besar ini dihormati tidak hanya oleh orang yang berpikiran religius, tetapi juga oleh orang atheis, sejarawan, rasionalis, cendikiawan, pemikir bebas, ilmuwan, dan ahli psikologi di seluruh dunia yang mengakui-Nya sebagai Yang Tercerahkan, guru yang paling berpikiran liberal dan penuh belas kasih.

"Sukho Buddhanam Uppado."
Kebahagiaan adalah lahirnya para Buddha
(Dhammapada 194)

Sumber : Sri Dhammananda

Gotama, Sang Buddha

Pendiri ajaran Buddha

Buddha Gotama, pendiri ajaran Buddha, hidup di bagian Utara India pada abad ke-6 SM. Nama pribadi-Nya adalah Siddhattha, Gotama adalah nama keluarga-Nya. Ia dipanggil 'Buddha' setelah Ia mencapai Pencerahan dan menyadari Kebenaran sejati. Buddha berarti 'Yang Tersadarkan' atau 'Yang Tercerahkan'. Secara umum Ia menyebut diri-Nya sendiri Tathagata, sementara pengikut-Nya memanggil-Nya Bhagava, 'Yang Terberkahi'. Ada pula yang menyebut-Nya Gotama atau Sakyamuni.

Ia terlahir sebagai seorang pangeran yang memiliki segalanya. Ia dibesarkan dengan segala kemewahan oleh keluarga-Nya yang kedua belah pihak merupakan keturunan ningrat murni. Ia adalah pewaris tahta, sangat tampan, mantap, agung, terberkahi dengan keindahan kulit yang luar biasa, dan penampakan yang bagus. Pada usia 16 tahun, Ia menikahi sepupu-Nya yang bernama Yasodhara, seorang yang juga anggun, tenang, dan bermartabat tinggi.

Di samping semua ini, Ia merasa terjebak di tengah-tengah kemewahan seperti seekor burung dalam sangkar emas. Selama kunjungan-Nya ke luar lingkungan istana, Ia menyaksikan hal yang disebut 'Empat Penampakan', yaitu orang tua, orang sakit, orang mati, dan pertapa suci. Saat Ia melihat hal-hal tersebut, satu demi satu, kesadaran datang pada-Nya bahwa: "Hidup akan menjadi uzur dan mati". Ia bertanya-tanya, "Dimanakah ada alam kehidupan yang tidak ada uzur maupun kematian?" Penampakan akan pertapa, yang tenang karena telah melepaskan nafsu hidup keduniawian, memberi-Nya isyarat bahwa langkah pertama dalam pencarian Kebenaran adalah meninggalkan hidup keduniawian. Ini berarti menyadari bahwa kepemilikan tidak dapat membawa kebahagian sejati yang didambakan orang.

Setelah bertekad untuk mencari jalan keluar dari penderitaan universal ini, Ia memutuskan untuk meninggalkan rumah untuk mencari 'obat', bukan hanya untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk seluruh umat manusia. Pada suatu malam, saat usia-Nya yang ke-29, Ia mengucapkan selamat tinggal pada istri dan anak-Nya yang tertidur, menunggang kuda putih-Nya menuju ke hutan.

Meninggalkan hidup keduniawian semacam ini belum pernah terjadi dalam sejarah. Ia pergi pada puncak usia muda, dari kesenangan menuju kesulitan: dari kemapanan materi menuju ketidakpastian: dari suatu status kekayaan dan kekuasaan menjadi petapa pengembara yang tinggal di gua dan hutan, dengan jubah kumal sebagai satu-satunya perlindungan terhadap terik matahari, hujan, dan angin musim dingin. Ia menolak posisi, kekayaan, janji kemuliaan dan kekuasaan, dan hidup yang penuh cinta dan kesenangan untuk pencarian Kebenaran yang sulit dan belum pernah ditemukan, walaupun telah dicari oleh banyak orang di India selama ribuan tahun.

Sepanjang 6 tahun, Ia bekerja untuk mencari Kebenaran. Kebenaran apa yang dicari-Nya? Untuk memahami sepenuhnya sifat kehidupan dan untuk menemukan kebahagiaan yang mutlak dan kekal. Ia belajar di bawah guru-guru terkemuka pada saat itu dan mempelajari segala hal yang bisa diajarkan oleh para guru tersebut. Setelah Ia menyadari bahwa mereka tidak bisa mengajarkan apa yang dicari-Nya, Ia memutuskan untuk menemukan Kebenaran melalui upaya-Nya sendiri. Ia bergabung dengan sekelompok petapa dan bersama-sama menyiksa tubuh dengan keyakinan jika tubuh dalam keadaan tersiksa maka jiwa akan terbebas dari penderitaan. Siddhattha adalah orang yang tangguh dan bertekad baja. Ia melebihi petapa-petapa lain dalam setiap praktik penyiksaan diri. Ia makan sangat sedikit sehingga saat Ia memegang kulit perut-Nya, Ia juga menyentuh tulang belakang-Nya. Ia memaksakan diri-Nya ke ambang batas yang tidak pernah dilakukan manusia. Akhirnya Ia menyadari kesia-siaan penghancuran diri, dan memutuskan untuk mempraktikkan Jalan Tengah.

Pada malam bulan purnama bulan Vesakha, Ia duduk di bawah pohon Bodhi di Gaya, memasuki meditasi yang mendalam. Saat itu pikiran-Nya menggejolakkan alam semesta dan menyadari sifat sejati semua kehidupan dan segala sesuatu. Pada usia 35 tahun, Ia berubah dari pencari Kebenaran yang tekun menjadi Sang Buddha, Yang Tercerahkan.

Selama hampir setengah abad setelah mencapai Pencerahan Sang Buddha berjalan di jalur berdebu di India mengajarkan Dhamma sehingga mereka yang mendengar dan menjalankannya bisa menjadi mulia dan terbebas. Ia mendirikan pesamuhan bhikkhu dan bhikkuni, menentang sistem kasta, meninggalkan status kaum wanita, mendorong kebebasan beragama dan pencarian bebas, membuka gerbang pembebasan untuk semua, dalam setiap kondisi kehidupan, tinggi atau rendah, suci atau hina, dan membawa kemuliaan hidup para penjahat seperti Angulimala dan pelacur seperti Ambapali. Ia membebaskan manusia dari perbudakan agama, dogma agama, dan iman buta.

Ia menjulang tinggi dalam kebijaksanaan dan intelektualitas. Setiap masalah ditelaah, diuraikan, dan disatukan kembali secara logis beserta penjelasannya. Tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya dalam debat. Seorang guru yang tak tertandingi. Ia tetap merupakan analis pikiran dan fenomena terkemuka bahkan hingga saat ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Ia memberikan kekuatan bagi umat manusia untuk berpikir bagi dirinya sendiri, menjunjung nilai umat manusia, dan menunjukkan bahwa manusia dapat mencapai pengetahuan tertinggi dan Pencerahan sempurna dengan usahanya sendiri.

Ia mendorong orang untuk membuka pikiran mereka dan berpikir tanpa prasangka untuk mamahami kenyataan hidup dan alam semesta.

Sekalipun dengan kebijaksanaan yang tiada tara dan berasal dari keturunan ningrat, Ia tidak pernah meninggalkan orang-orang desa yang sederhana. Perbedaan kelas dan kasta tidak berarti bagi-Nya. Tak seorang pun terlalu remeh atau rendah bagi-Nya untuk ditolong. Banyak kali saat seorang buangan atau miskin datang pada-Nya, harga diri mereka kembali muncul dan berubah dari hidup yang nista menjadi mulia.

Sang Buddha penuh dengan belas kasih (karuna) dan kebijaksanaan (panna), bagaimana dan apa yang harus diajarkan kepada setiap individu sesuai dengan tingkat pemahaman masing-masing. Diketahui bahwa terkadang Ia berjalan jauh hanya demi menolong satu orang untuk menunjukkan padanya jalan yang benar.

Ia penuh kasih sayang dan memperhatikan murid-murid-Nya. selalu memantau kemajuan dan kesehatan mereka. Saat tinggal di petapaan , Ia sering mengunjungi orang sakit. Rasa belas kasih-Nya kepada orang sakit tercermin dari nasihat-Nya: "Ia yang mengunjungi orang sakit, berarti mengunjungi Saya." Sang Buddha menjaga peraturan dan disiplin berdasarkan rasa saling menghormati. Raja Pasenadi tidak dapat mengerti bagaimana Sang Buddha bisa mempertahankan peraturan dan disiplin semacam itu dalam komunitas petapa, sementara ia sebagai seorang raja dengan wewenang untuk menghukum, tidak dapat menjaganya sebaik itu dalam pemerintahannya. Metode Sang Buddha adalah membuat orang bertindak dari pemahaman dalam dirinya dan bukan membuat mereka bertindak dengan penerapan hukum dan ancaman hukuman.

Banyak kekuatan ajaib dikaitkan dengan-Nya, tetapi Ia tidak menganggap penting hal ini. Bagi-Nya, keajaiban terbesar adalah membabarkan Kebenaran dan membuat seseorang menyadarinya. Seorang guru dengan kasih yang mendalam, Ia tergerak oleh penderitaan dan bertekad membebaskan manusia dari bellenggu dengan suatu sistem berpikir dan jalan hidup yang rasional.

Sang Buddha tidak menyatakan telah 'menciptakan' dunia, fenomena semesta, atau hukum universal yang disebut 'Dhamma'. Walaupun digambarkan sebagai Lokavidu atau 'Yang Mengetahui Dunia'. Ia tidak dianggap sebagai sebagai penjaga tunggal universal. Ia dengan bebas menyatakan bahwa Dhamma, bersama dengan kerja semesta, adalah abadi, tidak mengenal waktu, tidak memiliki pencipta. Segala sesuatu yang terkondisi di dalam semesta adalah subjek dari bekerjanya Dhamma, Apa yang Sang Buddha lakukan (seperti semua Buddha-Buddha lain sebelum Beliau) adalah 'menemukan kembali' Kebenaran mutlak ini dan membabarkannya kepada umat manusia. Dalam menemukan Kebenaran itu, Ia juga menemukan jalan yang mana orang dapat membebaskan dirinya sendiri secara mutlak dari siklus terkondisi yang tiada akhir, yang selalu penuh dengan ketidakpuasan.

Setelah 45 tahun menjadi petapa, Sang Buddha wafat (mencapai Parinibbana) pada usia 80 tahun di Kusinara, meninggalkan banyak pengikut, bhikkhu dan bhikkhuni, dan warisan besar ajaran Dhamma. Dampak kasih dan pengabdian mulia-Nya tetap terasa hingga saat ini.

Dalam buku , Three Greatest Men in History, H.G. Wells menyatakan:

"Dalam diri Sang Buddha, Anda melihat dengan jelas seorang manusia, sederhana, bajik, seorang diri berjuang untuk Pencerahan, suatu pribadi yang penuh semangat, bukan suatu mitos. Ia juga membawa pesan universal kepada segenp umat manusia.Banyak gagasan modern terbaik yang sangat selaras dengan ajaran-Nya. Ajar-Nya, semua kesengsaraan dan ketidakpuasan hidup disebabkan oleh sifat mementingkan diri sendiri. Sebelum seseorang dapat menjadi tenang, ia harus menghentikan nafsu inderawinya terlebih dahulu, baru kemudian ia bisa menjadi orang besar. Ajaran Buddha, dalam bahasa yang lain, telah menghimbau manusia untuk tidak mementingkan diri sendiri 500 tahun sebelum Kristus. Dalam banyak hal Ia lebih dekat dengan kita dan kebutuhan kita. Ia lebih jelas dibanding Kristus mengenai pentingnya seseorang untuk melayani dan lebih tidak mendua arti terhadap pertanyaan tentang keabadian personal."

Sumber : Sri Dhammananda