Rabu, 10 September 2008

Jalan Ariya Beruas Delapan-Jalan Tengah


Ini adalah jalan menuju kehidupan religius tanpa bertindak ekstrem.

Aspek yang menonjol dari ajaran Buddha adalah penyerapan Jalan Ariya Beruas Delapan sebagai suatu cara hidup yang mulia. Nama lain untuk Jalan Ariya Beruas Delapan adalah Jalan Tengah. Sang Buddha menasihati pengikut-Nya untuk mengikuti jalan ini untuk menghindari ekstrem kenikmatan inderawi maupun penyiksaan diri. Jalan Tengah adalah cara hidup yang benar yang tidak menganut penerimaan titah yang diberikan oleh sosok di luar diri sendiri. Seseorang yang menjalankan Jalan Tengah sebagai panduan tingkah laku moral, bukan berarti tidak takut akan hal adabiasa, melainkan tidak mengakui nilai intrinsik dalam mengikuti tindakan semacam itu. Seseorang memilih latihan disiplin diri ini untuk suatu tujuan akhir yang pasti, yaitu: pemurnian diri.

Jalan Tengah merupakan suatu jalan pelatihan diri sendiri yang terencana. Seseorang dapat mencapai kemajuan sejati dalam kebajikan dan pandangan dengan mengikuti jalan ini sekalipun tidak dengan ikut serta dalam pemujaan dan doa-doa eksternal. Menurut Sang Buddha, siapa pun yang hidup sesuai dengan Dhamma akan dibimbing dan dilindungi oleh hukum universal itu sendiri. Jika seseorang hidup sesuai dengan Dhamma, ia juga akan hidup selaras dengan hukum universal.

Setiap umat Buddha didorong untuk membentuk hidupnya sesuai dengan Jalan Ariya Beruas Delapan seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha. Ia yang menyesuaikan hidupnya selaras dengan jalan hidup mulia ini akan bebas dari kesengsaraan dan bencana, baik dalam masa hidup sekarang maupun sesudahnya. Ia juga akan dapat mengembangkan pikirannya dengan mengekang kejahatan dan menjalankan kebaikan.

Jalan Ariya Beruas Delapan dapat dibandingkan dengan peta jalan. Seperti seorang pelancong memerlukan peta untuk membimbingnya menuju tujuan, kita semua memerlukan Jalan Ariya Beruas Delapan yang menunjukkan kepada kita bagaimana mencapai Nibbana, tujuan akhir hidup manusia. Untuk mencapai tujuan akhir itu, ada tiga aspek Jalan Ariya Beruas Delapan yang harus dikembangkan oleh pemeluknya. Ia harus mengembangkan Sila (Moralitas), Samadhi (Latihan Mental), dan Panna (Kebijaksanaan). Ketiganya harus dikembangkan secara simultan, namun intensitas di bagian mana seseorang harus berlatih akan bervariasi sesuai dengan perkembangan spiritual masing-masing. Seseorang mula-mula harus mengembangkan moralitas, yaitu tindakannya harus membawa kebaikan bagi makhluk hidup lain. Ia melakukan hal ini dengan taat pada prinsip untuk tidak membunuh, berdusta, mencuri, menjadi mabuk, dan penuh nafsu. Saat ia mengembangkan moralitasnya, pikirannya akan menjadi lebih mudah dikendalikan, memungkinkannya untuk mengembangkan kekuatan konsentrasinya. Akhirnya, dengan pengembangan konsentrasi, kebijaksanaan akan muncul.

Perkembangan Bertahap

Dengan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, Sang Buddha mengetahui bahwa tidak semua manusia memiliki kemampuan yang sama untuk seketika mencapai kematangan spiritual. Jadi Ia menjelaskan secara rinci Jalan Ariya Beruas Delapan untuk perkembangan bertahap jalan hidup spiritual dalam cara yang praktis. Ia tahu bahwa tidak semua orang dapat menjadi sempurna dalam satu masa kehidupan. Ia berkata bahwa Sila, Samadhi, dan Panna harus dan dapat dikembangkan dalam banyak masa kepada pencapaian kedamaian tertinggi di mana tidak ada lagi ketidakpuasan.

Hidup yang Benar

Jalan Ariya Beruas Delapan terdiri dari delapan faktor berikut:

Sila (Moralitas):
  • Ucapan Benar
  • Perbuatan Benar
  • Penghidupan Benar
Samadhi (Latihan Mental):
  • Usaha Benar
  • Perhatian Benar
  • Konsentrasi Benar
Panna (Kebijaksanaan):
  • Pandangan Benar
  • Pikiran Benar

Apakah Pandangan Benar itu? Hal ini dijelaskan sebagai memiliki pengetahuan akan Empat Kebenaran Ariya. Dengan kata lain, hal ini adalah pemahaman sesuatu sebagaimana adanya. Pandangan Benar juga berarti bahwa seseorang memahami sifat kamma yang bermanfaat (baik) dan kamma yang tidak bermanfaat (buruk), dan bagaimana hal itu dapat dilakukan oleh tubuh. ucapan dan pikiran. Dengan memahami kamma, seseorang akan belajar untuk menghindari kejahatan dan melakukan kebaikan, dengan demikian menciptakan hasil yang diinginkan dalam hidup. Jika seseorang memiliki Pandangan Benar, ia juga memahami Tiga Corak Umum (bahwa segala hal yang terkondisi adalah sementara, tidak memuaskan, dan tanpa inti diri) dan memahami Hukum Sebab-Akibat yang Saling Ketergantungan. Seseorang dengan Pandangan Benar yang sempurna adalah orang yang bebas dari ketidaktahuan, dan dengan sifat Pencerahan itu menyingkirkan akar kejahatan dari pikirannya dan menjadi terbebas. Tujuan mulia umat Buddha adalah mengembangkan pikiran untuk memperoleh Pandangan Benar tentang diri sendiri, kehidupan, dan semua fenomena.

Jika seseorang memiliki Pandangan Benar, ia mengembangkan Pikiran Benar juga. Faktor ini kadang-kadang disebut sebagai 'Pemecahan Benar', 'Cita-Cita Benar', dan 'Gagasan Benar'. Hal ini mengacu pada keadaan mental yang melenyapkan ide atau gagasan yang salah dan meningkatkan faktor moral lainnya untuk diarahkan menuju Nibbana. Faktor ini memberikan tujuan ganda yaitu melenyapkan pikiran jahat dan mengembangkan pikiran murni. Pikiran Benar penting karena pikiranlah yang memurnikan atau mengotori seseorang.

Ada tiga aspek Pikiran Benar. Pertama, seseorang sebaiknya memelihara sikap ketidakmelekatan pada kesenangan duniawi daripada melekat secara egois terhadapnya. Ia sebaiknya tidak mementingkan diri sendiri dan memikirkan kesejahteraan orang lain. Kedua, seseorang sebaiknya memelihara cinta kasih, niat baik, dan kebajikan dalam pikirannya, yang merupakan lawan kebencian, niat buruk, dan kejahatan. Ketiga, seseorang sebaiknya berpikir untuk tidak menyakiti atau berbelas kasih terhadap semua makhluk, yang merupakan lawan dari kekejaman dan kurang tenggang rasa terhadap orang lain. Saat seseorang maju dalam jalan spiritual, pikirannya akan semakin jadi bajik, tidak menyakiti tidak mementingkan diri sendiri, dan dipenuhi cinta dan belas kasih.

Pandangan Benar dan Pikiran Benar, yang merupakan faktor kebijaksanaan, akan menuju sikap moral yang baik. Ada tiga faktor dalam sikap moral: Ucapan Benar, Perbuatan Benar dan Penghidupan Benar. Ucapan Benar meliputi hormat akan kebenaran dan hormat akan kesejahteraan orang lain. Hal ini berarti menghindari berdusta, memfitnah, berkata kasar, dan omong kosong. Kita sering menganggap remeh kekuatan ucapan dan cenderung hanya sedikit mengendalikan ucapan kita. Tapi kita semua pernah terluka oleh kata-kata seseorang pada suatu waktu dalam hidup kita, dan juga pernah tersemangati oleh kata-kata orang lain. Kata-kata kasar dapat melukai lebih dalam daripada senjata, sedangkan kata-kata halus dapat mengubah hati dan pikiran penjahat yang paling keji. Jadi untuk mengembangkan suatu masyarakat yang harmonis, kita harus mengendalikan, membudayakan, dan menggunakan ucapan kita secara positif. Kita mengucap kata-kata yang penuh kebenaran, membawa harmoni, baik, dan penuh arti. Sang Buddha pernah berkata, "Ucapan yang menyenangkan itu manis bagai madu, ucapan yang penuh kebenaran itu indah bagai bunga, dan ucapan yang salah itu tidak berguna seperti sampah."

Faktor berikutnya dalam sikap moral yang baik adalah Perbuatan Benar. Perbuatan Benar melibatkan rasa hormat pada kehidupan, hormat pada kepemilikan, dan hormat pada hubungan personal. Hal ini berkaitan dengan tiga prinsip pertama dari Lima Sila yang harus dijalankan oleh setiap umat Buddha, yaitu pantang membunuh, mencuri , dan berlaku asusila. Hidup itu bernilai bagi semua makhluk, semua gentar pada hukuman, semua takut akan kematian, dan menghargai kehidupan. Karenanya, kita sebaiknya menjauhkan diri dari mengambil kehidupan yang kita sendiri tidak dapat berikan dan kita sebaiknya tidak menyakiti makhluk hidup lainnya. Hormat pada kepemilikan berarti bahwa kita sebaiknya tidak melakukan perilaku seksual yang menyimpang, yang penting untuk memelihara kehormatan dan kepercayaan orang yang kita cintai serta membuat masyarakat yang lebih baik untuk ditinggali.

Penghidupan Benar adalah faktor dalam sikap moral mengenai bagaimana kita mencari nafkah dalam masyarakat. Hal ini merupakan sambungan dari kedua faktor lainnya, Ucapan Benar dan Perbuatan Benar. Penghidupan Benar berarti bahwa kita sebaiknya mencari nafkah tanpa melanggar prinsip-prinsip sikap moral ini. Umat Buddha tidak dianjurkan untuk terlibat dalam lima jenis mata pencaharian berikut: perdagangan makhluk hidup, perdagangan senjata, perdagangan daging yang menyebabkan pembinasaan hewan, perdagangan minuman keras dan narkotika, serta perdagangan racun. Sebagian orang mungkin berkata bahwa mereka harus melakukan pekerjaan semacam itu untuk hidup mereka dan, karenanya, mereka tidak bisa dipersalahkan. Tetapi argumen ini sama sekali tidak berdasar. Jika hal ini sahih, maka pencuri, pembunuh, bandit, penjahat keji, penyelundup, dan penipu dapat juga berkilah dengan mudah bahwa mereka juga melakukan perbuatan keliru itu untuk penghidupan mereka dan karenanya, tidak ada yang salah dengan cara hidup mereka.

Sebagian orang percaya bahwa memancing dan berburu binatang untuk kesenangan dan membantai binatang untuk makanan tidak melawan prinsip-prinsip umat Buddha. Ini adalah kesalahpahaman lain yang muncul karena kurangnya pengetahuan tentang Dhamma. Semua ini bukanlah tindakan yang pantas dan mendatangkan penderitaan bagi makhluk lain. Tetapi dari semua perbuatan ini, orang yang paling jahat adalah orang yang melakukan tindakan buruk demi kesenangan semata ini. Mempertahankan kehidupan melalui jalan yang salah tidaklah sesuai dengan ajaran Buddha. Sang Buddha pernah berkata, "Daripada hidup seratus tahun secara amoral dan tak terkendali, lebih baik hidup sehari secara suci dan meditatif" (Dhammapada 103). Lebih baik mati sebagai orang yang beradab dan terhormat daripada hidup sebagai orang jahat.

Tiga faktor lainnya dalam Jalan Ariya Beruas Delapan adalah faktor untuk pengembangan kebijaksanaan melalui pemurnian pikiran. Faktor ini adalah Usaha Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar. Faktor-faktor ini, jika dipraktikkan, memungkinkan seseorang untuk memperkuat dan mengendalikan pikiran, karenanya memastikan bahwa tindakannya akan terus menjadi baik dan pikirannya dipersiapkan untuk menyadari kebenaran, yang akan membuka pintu menuju kebebasan, menuju Pencerahan.

Usaha Benar berarti bahwa kita mengembangkan suatu niat positif dan entusias dalam hal-hal yang kita lakukan, baik dalam karir kita, studi kita, atau dalam praktik Dhamma kita. Dengan entusiasme terus-menerus dan tekad yang ceria semacam itu, kita akan sukses dalam hal-hal yang kita lakukan. Ada empat aspek Usaha Benar, dua aspek mengenai kejahatan dan dua lainnya mengenai kebaikan. Pertama, adalah usaha untuk menolak kejahatan yang telah muncul; kedua, usaha untuk mencegah munculnya kejahatan. Ketiga, adalah usaha untuk mengembangkan kebaikan yang belum muncul, dan keempat, usaha untuk memelihara kebaikan yang telah muncul. Dengan menerapkan Usaha Benar dalam hidup kita, kita dapat mengurangi dan akhirnya menghapuskan keadaan mental yang buruk serta meningkatkan dan memantapkan pikiran yang sehat sebagai hal yang alamiah dalam pikiran kita.

Usaha Benar berhubungan erat dengan Perhatian Benar. Praktik perhatian adalah penting dalam ajaran Buddha. Sang Buddha berkata bahwa perhatian penuh atau kesadaran adalah suatu jalan untuk mencapai akhir penderitaan. Kesadaran dapat dikembangkan dengan selalu menyadari empat aspek khusus. Aspek itu adalah penerapan kesadaran terhadap tubuh (postur tubuh, bernafas, dan sebagainya), perasaan (baik menyenangkan, atau tidak menyenangkan atau netral), pikiran (apakah pikiran itu tamak atau tidak, marah, buyar, terkelabui atau tidak), dan objek pikiran (apakah ada hambatan mental untuk berkonsentrasi, Empat Kebenaran Ariya, dan sebagainya). Kesadaran itu penting bahkan dalam hidup kita sehari-hari di mana kita bertindak dengan penuh kesadaran akan perbuatan, perasaan, pikiran, dan lingkungan kita. Pikiran sebaiknya senantiasa jernih dan penuh perhatian daripada terpecah dan kabur.

Jalan Ariya Beruas Delapan adalah kebenaran terpenting yang diajarkan oleh Sang Buddha. sebagai dokter spiritual yang andal, Sang Buddha telah mengidentifikasikan suatu penyakit yang menimpa semua bentuk kehidupan, dan penyakit itu adalah Dukkha atau ketidakpuasan. Ia kemudian mengdiagnosis penyebab ketidakpuasan yaitu ketamakan dan nafsu. Ia menemukan bahwa ada suatu obat untuk penyakit itu, Nibbana, keadaan di mana semua ketidakpuasan berakhir. dan resepnya adalah Jalan Ariya Beruas Delapan. Ketika seorang dokter yang andal mengobati seorang pasien yang menderita sakit parah, resepnya bukan hanya untuk pengobatan fisik tapi juga psikologis, Jalan Ariya Beruas Delapan, jalan menuju akhir penderitaan, merupakan terapi terpadu yang dirancang untuk menyembuhkan penyakit Samsara melalui pengembangan ucapan dan perbuatan moral, pengembangan pikiran, dan transformasi sempurna tingkat pemahaman dan kualitas pikiran seseorang. Hal ini menunjukkan jalan untuk memperoleh kematangan spiritual dan terbebas sepenuhnya dari penderitaan.

Bagi orang baik, berbuat hal yang baik itu mudah;
Bagi orang jahat, berbuat hal yang jahat itu mudah;
Bagi orang jahat, berbuat hal yang baik itu sukar;
Bagi orang baik, berbuat hal yang jahat itu sukar.
(Udana)

Sumber : Sri Dhammananda

Tidak ada komentar: