Jumat, 22 Agustus 2008

Apakah Buddha Adalah Titisan Tuhan?


Sang Buddha tidak pernah menyatakan bahwa Ia adalah anak Tuhan atau pembawa pesan dari Tuhan mana pun

Sang Buddha adalah manusia unik yang telah mencapai Pencerahan atas usaha sendiri. Ia tidak memiliki seorang pun yang dapat dianggap sebagai guru-Nya . Melalui usaha-Nya sendiri, Ia mempraktikkan kesempurnaan sepuluh Parami-kualitas tertinggi tentang kemurahan hati, moralitas, ketidakmelekatan, kebijaksanaan, semangat, kesabaran,kejujuran, keteguhan tekad, cinta kasih, dan keseimbangan batin. Melalui pemurnian batin-Nya, Ia membuka pintu ke segala pengetahuan. Ia mengetahui semua hal untuk diketahui, melatih semua hal untuk dilatih, dan menghancurkan semua hal untuk dihancurkan. Memang, sulit untuk membandingkan guru agama lain dengan-Nya dalam hal pengembangan pikiran, kemurnian mental, dan kebijaksanaan tertinggi.

Ia sangat istimewa dan pesan-Nya sangat menggemparkan, sehingga banyak orang bertanya kepada-Nya: "Apakah Dia" (bukannya Siapakah Dia). Pertanyaan "Siapakah Dia?" akan berkenaan dengan nama, asal, keturunan, dan lain-lain, sedangkan "Apakah Dia?" mengacu pada jenis makhluk asal-Nya. Ia sangat 'ilahi' dan mengilhami, bahkan pada masa hidup-Nya, banyak upaya untuk merujuk-Nya sebagai seorang dewa atau titisan dewa. Ia tidak pernah setuju untuk dianggap demikian. Dalam Anguttara Nikaya, Ia berkata: "Saya bukanlah seorang dewa ataupun makhluk halus lainnya, juga bukan manusia pada umumnya. Ketahuilah bahwa aku adalah Buddha, yang Tersadarkan." Setelah Pencerahan, Sang Buddha tidak lagi bisa digolongkan bahkan sebagai seorang manussa atau orang biasa. Ia tergolong wangsa Buddha, suatu kelas khusus dari makhluk-makhluk tercerahkan, yang semuanya adalah para Buddha.

Para Buddha muncul di dunia ini dari waktu ke waktu. tetapi beberapa orang memiliki gagasan yang keliru bahwa itu adalah Buddha yang sama yang reinkarnasi atau muncul di dunia berkali-kali. sebenarnya mereka bukan makhluk yang sama, karena jika demikian berarti tidak ada tempat bagi orang lain untuk mencapai ke-Buddha-an. Umat Buddha yakin bahwa semua orang dapat menjadi Buddha jika ia mengembangkan sifat-sifatnya menuju kesempurnaan dan mampu menyingkirkan ketidaktahuannya secara tuntas melalui usahanya sendiri. Setelah Pencerahan, tentu saja semua Buddha sama dalam pencapaian dan pengalaman-Nya akan Nibbana.

Di India, pengikut kelompok agama ortodoks mencoba mengecam Sang Buddha karena ajaran-Nya yang liberal dan rasional yang merombak masyarakat India pada saat itu. Banyak orang menganggap-Nya sebagai musuh karena ajaran-Nya bertentangan dengan tradisi agama kuno mereka; namun banyak kaum cendikiawan dan masyarakat dari berbagai kalangan sosial berangsur mengikuti dan menerima ajaran-Nya. Ketika mereka gagal dalam upaya mengalahkan-Nya, beberapa memakai strategi sebaliknya dengan mengenalkan Dia sebagai reinkarnasi dari salah satu dewa mereka. Dengan jalan ini mereka dapat menyerap ajaran Buddha ke dalam agama mereka. Dalam satu hal, strategi ini berhasil di India karena hal ini, abad demi abad, telah mengakibatkan perpecahan dan tumbangnya ajaran Buddha dari tanah asalnya.

Bahkan hari ini ada kelompok agamis tertentu yang mencoba untuk menyerap Sang Buddha ke dalam kepercayaannya sebagai suatu cara untuk mengajak umat Buddha ke dalam kepercayaannya sebagai suatu cara untuk mengajak umat Buddha pindah ke agama mereka. Dasar mereka melakukan hal itu adalah dengan menyatakan bahwa Sang Buddha sendiri telah menubuatkan bahwa Buddha lain akan muncul di dunia ini, dan bahwa Buddha yang terakhir bahkan akan lebih populer. Sebuah kelompok bahkan menyatakan bahwa guru religius yang hidup 600 tahun setelah Sang Buddha Gotama adalah Buddha yang terakhir. Kelompok lain berkata bahwa Buddha berikutnya telah datang di Jepang pada abad ke-13. Kelompok lain percaya bahwa pendiri mereka datang dari rantai guru-guru besar (seperti Gotama dan Yesus). Kelompok-kelompok ini menyarankan umat Buddha untuk melepaskan Buddha mereka yang 'lama' dan mengikuti Buddha yang 'baru'. Di satu sisi, adalah baik mereka memberi Sang Buddha status yang sama seperti guru-guru religius mereka sendiri, Di lain hal, kami merasa bahwa usaha-usaha untuk menyerap umat Buddha ke dalam kepercayaan lain dengan menyalah-gambarkan kebenaran adalah hal yang sangat buruk.

Mereka yang menyatakan bahwa Buddha yang baru telah datang jelas-jelas salah menggambarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha. Walaupun Sang Buddha meramalkan kedatangan Buddha berikutnya, Ia menyebutkan beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum hal ini dimungkinkan. Buddha berikutnya tidak akan muncul selama karya Buddha saat ini masih ada. Ia akan muncul hanya jika Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan telah dilupakan orang sama sekali. Orang-orang yang hidup jadi harus dipandu dengan benar untuk memahami Kebenaran yang sama dengan yang diajarkan Buddha sebelumnya. Kita masih hidup di dalam karya Sang Buddha Gotama. Sekalipun tindakan moral masyarakat, dengan sangat sedikit perkecualian, telah menyimpang, Buddha mendatang hanya akan muncul setelah periode yang tidak terhitung, bilamana Jalan menuju Nibbana telah benar-benar lenyap dari umat manusia dan ketika orang telah siap untuk menerima-Nya.

Sebagian orang telah mulai mendirikan arca Buddha masa depan dan mulai memuja dan berdoa hanya karena kepercayaan terhadap itu. Mereka membentuk citra dan ciri Buddha tersebut berdasarkan imajinasi mereka sendiri.

Sumber : Sri Dhammananda

Tidak ada komentar: