Rabu, 20 Agustus 2008

Sifat Sang Buddha

Cahaya Dunia

Pemahaman adalah hal yang untuk dipahami;
Latihan adalah hal yang untuk dilatih;
Yang dikikis adalah hal yang untuk dikikis;
Karena itu Brahmin, Saya adalah Buddha.
(Sutta Nipata)

"Selama, Saudara, bulan dan matahari belum terbit di dunia, selama tidak ada pancaran cahaya besar menerangi. Ada kegelapan besar, kegelapan dari ketidaktahuan. Malam tidak dapat dibedakan dari siang, bulan purnama tiada beda dengan bulan sabit, jua musim tiada beda dengan satu sama lain."

"Tetapi, Saudara, jika bulan dan matahari terbit di dunia, maka pancaran cahaya besar menerangi. Tiada lagi kegelapan, kegelapan dari ketidaktahuan. Adalah siang dan malam, bulan purnama dan bulan sabit, jua musim-musim dalam tahun."

"Hanya demikian, Saudara, selama seorang Buddha, yang merupakan seorang ariya, Buddha Tertinggi, tidak bangkit, takkan ada pancaran cahaya besar menerangi. Hanyalah kegelapan, kegelapan dari ketidaktahuan. Tiada pembabaran, tiada ajaran, tiada peunjuk, tiada pegangan, tiada pengungkapan, tiada penelaahan, tiada penjelasan Empat Kebenaran Ariya."

"Empat apa? Kebenaran Ariya tentang Penderitaan, Timbulnya Penderitaan, Berakhirnya Penderitaan, dan Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan."

"Di mana, Saudara, engkau bekerja keras untuk menyadari: 'Ini adalah Penderitaan; ini adalah Jalan untuk Mengakhiri Penderitaan.'"

Kata-kata diatas memberi kita gambaran yang jelas tentang nilai luhur dari munculnya sesosok Buddha di dunia. Sang Buddha muncul pada masa di mana filosofi Barat dikembangkan oleh bangsa Yunani, dipimpin oleh Heraclites yang mengenalkan penafsiran baru pada agama dewa-dewa Olympus. Itu juga masa ketika Jeremiah membawa pesan baru bagi orang Yahudi di Babylon. Itu adalah masa ketika Pythagoras memperkenalkan doktrin reinkarnasi di Yunani. Itu adalah masa ketika Confucius membangun ajaran etika di Cina. Itu adalah masa ketika struktur sosial di India keropos karena dominasi kaum Brahmin, penyiksaan diri, perbedaan kasta, feodalisme yang korup, dan pelecehan wanita. Pada masa itulah, Sang Buddha, bunga paling semerbak dari ras manusia, muncul di tanah di mana para suci dan guru mencurahkan hidup untuk pencarian Kebenaran.

Sang Buddha adalah orang besar yang mempunyai pengaruh luar biasa terhadap orang lain bahkan selama masa hidup-Nya. Daya tarik pribadi-Nya, kewibawaan-Nya, dan kepercayaan diri-Nya, membuat-Nya seorang sukses yang tersohor. Sebagai seorang Guru, Sang Buddha mencerahkan banyak orang. Ia menarik kalangan atas dan bawah, kaya dan miskin, berpendidikan dan buta huruf, pria dan wanita, perumah tangga dan petapa, yang mulia dan yang biasa. Ia pergi mencari orang jahat untuk dinasehati, sementara orang yang berbudi luhur datang mencari-Nya untuk belajar. Kepada semuanya, Ia memberi hadiah Kebanaran yang telah Ia temukan. Murid-murid-Nya adalah para raja dan tentara, pedagang dan jutawan, pengemis, pelacur, agamawan, penjahat, dan orang sesat, Ia mencerahkan mereka. Jika mereka terbakar oleh kemarahan dan nafsu, Ia menyejukkan mereka dengan air Kebenaran. Jika mereka tertekan dan sedih, Ia menyinari mereka dengan cinta tanpa batas dari belas kasih-Nya. Semua adalah satu dimata Sang Buddha.

Ia adalah Lokavidu 'Yang Mengetahui Dunia'. Karena Ia sendiri telah mengalami hidup penuh kemewahan, Ia sungguh mengetahui segala sifat ilusi dunia. Ia tahu bahwa dunia tidak bisa sepenuhnya membahagiakan manusia. Ia tahu tentang sifat kondisi duniawi. Ia menyadari kefanaan kehidupan duniawi. ia tahu sia-sianya khayalan atau lamunan manusia akan dunia.

Ia tidak mengajarkan khayalan duniawi. Ia tidak berupaya mencetak ulang dunia. Melainkan, Ia mengajarkan Jalan dengan mana seseorang dapat menaklukkan dunianya sendiri-dunia subjektif internal yang merupakan privasi setiap pribadi. Dalam bahasa sederhana, Ia memberi tahu kita bahwa seluruh dunia ada di dalam diri kita dan dunia dipimpin oleh pikiran dan bahwa pikiran itu harus dilatih dan dibersihkan dengan benar. Dunia materi eksternal bisa dikendalikan dan dihentikan dalam menciptakan derita jika dunia dalam diri kita terkendali.

Ajaran-Nya pada dasarnya sederhana dan penuh arti. "Tidak berbuat kejahatan; melakukan kebaikan; menyucikan pikiran. Inilah ajaran para Buddha." (Dhammapada 183)

Ia mengajar orang bagaimana membasmi ketidaktahuan. Ia mendorong mereka untuk memelihara pikiran untuk berpikir secara bebas. Setiap kata dan tindakan-Nya selalu teruji, Ia membuktikan diri-Nya sebagai orang yang sangat unggul pada masa hidup-Nya. Ia menyerukan pentingnya pelayanan dan pencapaian. Ia menyarankan kita untuk memulai setiap hari seolah-olah hari itu adalah permulaan kehidupan. Kita tidak semestinya membuang waktu dan tenaga untuk mencari-cari awal kehidupan. Kita sebaiknya memenuhi tanggung jawab dan tugas sehari-hari, di sini dan sekarang juga, tanpa tergantung pada orang lain untuk melakukannya bagi kita. Dengan kata lain, Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengandalkan diri sendiri.

Ia memberi umat manusia suatu penjelasan baru tentang alam semesta. Ia memberi suatu visi baru tentang kebahagiaan abadi, pencapaian kesempurnaan dalam ke-Buddha--an. Ia menunjukkan jalan menuju suatu keberadaan kekal yang melampaui segala ketidak-kekalan, jalan menuju Nibbana, pembebasan akhir dari kesengsaraan hidup.

Masa kehidupan-Nya sudah lebih dari 2.500 tahun yang lampau. Namun, bahkan sampai hari ini guru besar ini dihormati tidak hanya oleh orang yang berpikiran religius, tetapi juga oleh orang atheis, sejarawan, rasionalis, cendikiawan, pemikir bebas, ilmuwan, dan ahli psikologi di seluruh dunia yang mengakui-Nya sebagai Yang Tercerahkan, guru yang paling berpikiran liberal dan penuh belas kasih.

"Sukho Buddhanam Uppado."
Kebahagiaan adalah lahirnya para Buddha
(Dhammapada 194)

Sumber : Sri Dhammananda

Tidak ada komentar: